Sabtu 10 Oct 2015 04:17 WIB

Stimulus Ekonomi bagi Pengusaha tak Perlu Tunggu Tahun Depan

Rep: Qommaria Rostanti/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution memegang draft paket kebijakan ekonomi pemerintah di Istana Negara, Jakarta, Rabu (9/9).Republika/Edwin Dwi Putranto
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution memegang draft paket kebijakan ekonomi pemerintah di Istana Negara, Jakarta, Rabu (9/9).Republika/Edwin Dwi Putranto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah berjanji bahwa paket kebijakan ekonomi jilid III mampu merespon permasalahan ekonomi jangka pendek yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini. Misalnya saja terkait bagaimana melakukan langkah penyelamatan untuk mengakomodasi usaha yang terancam kolaps dan menumbuhan daya beli masyarakat.

Di paket III ini, pemerintah menjanjikan adanya fasilitas untuk memperbaiki arus kas (cashflow) dari perusahaan yang terancam kolaps. Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana skema dan implementasi stimulus tersebut.

"Pemerintah menyampaikan akan melakukan ini dan itu, tapi implementasinya kapan? Kalau masih tahun depan (di APBN 2016) berarti namanya bukan paket stimulus Oktober namanya," ucap Direktur eksekutif Institute for Development on Economics and Finance (Indef), Enny Sri Hartati kepada Republika.co.id, Jumat (9/10).

Untuk penurunan harga gas misalnya. Pemerintah tidak punya satu pun alasan rasional ataupun justifikasi mengapa kebijakan itu harus menunggu hingga Januari 2016. Penurunan harga gas dievaluasi setiap tiga bulan (Oktober-Desember).

Namun jika menunggu hingga Desember tiba, maka akan ada potensi ketidakstabilan harga. Hal tersebut harus dicegah, mengingat energi punya kontribusi besar dalam sturuktur biaya produksi dan efek dominonya banyak. "Menurut saya ini tidak ada satu konsistensi kebijakan pemerintah antara niat atau tujuan untuk melakukan berbagai macam penyelamatan dengan langkah-langkah yang diambil," kata Enny.

Persoalan energi memang menjadi kewenangan pemerintah, termasuk dari sisi harga. Oleh karena itu tanpa embel-embel stimulus, sudah menjadi kewenangan dan komitmen pemerintahlah untuk menetapkan harga. "Tinggal pemerintah mau menetapkan harganya berapa," ujarnya.

Dia lantas mempertanyakan apakah penurunan harga bahan bakar minyak (BBM) Rp 200 memadai untuk mengurangi beban perusahaan atau tidak. Meski begitu, Enny mengapresiasi pemerintah yang mau memberi diskon energi di jam malam. "Ini cukup konkrit dan berdampak langsung terhadap pengurangan beban pengusaha," kata dia.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement