Sabtu 10 Oct 2015 04:59 WIB

KTNA: Asuransi Pertanian Harus Tepat Sasaran

Rep: Sonia Fitri/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
 Petani sedang mengumpulkan padi yang mengalami kekeringan di Kampung Setu, Bekasi Barat, Kamis (30/7).  (Republika/Tahta Aidilla)
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Petani sedang mengumpulkan padi yang mengalami kekeringan di Kampung Setu, Bekasi Barat, Kamis (30/7). (Republika/Tahta Aidilla)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tohir mengingatkan agar penyaluran asuransi pertanian tepat sasaran ketika nantinya dilaksanakan. Seperti diketahui, asuransi pertanian tengah memasuki awal tahap uji coba di mana pemeringah mengganti biaya produksi dengan nominal tertentu ketika terjadi gagal panen.

"Terlebih, yang diasuransi itu lahannya sangat minim, hanya untuk satu juta hektare, sedangkan lahan sawah keseluruhan sekitar 7,7 hektare," katanya pada Jumat (9/10). Oleh karena itu, pemerintah diminta merancang mekanisme yang tepat agar petani tidak berebutan ketika mengklaim asuransi nantinya.

Sepengetahuannya, pelaksanaan asuransi seharusnya berjalan sejak awal 2015. Namun realisasinya terhambat karena anggaran sempat "dibintangi" di Kementerian Keuangan. Ia bersyukur pada akhirnya pelaksanaan bisa dilakukan di masa tanam Oktober-Maret. Di mana, anggaran yang disediakan yakni Rp 150 miliar untuk satu juta hektare.

Itu artinya, masing-masing petani penerima asuransi--jika mengalami gagal panen--akan menerima uang gantu rugi Rp 6 juta per hektare. "Petani jika mau memiliki asuransi harus terlebih dahulu bayar premi 3 persen, atau 180 ribu, tapi pemerintah mau membayar 80 persennya, jadi petani tinggal bayar Rp 36 ribu saja per musim tanam," tuturnya.

Petani yang sudah ikut serta dalam asuransi akan dapat ganti rugi jika mengalami gagal panen sebesar 75 persen dari luas lahan sawah yang ditanam.

Agar tepat sasaran mengingat lahan terasuransi hanya sejuta hektare, Winarno meminta pemerintah melakukan pemetaan dan menetapkan wilayah prioritas. Tentunya wilayah tersebut yakni sentra produksi padi  seperti Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan.

Ia juga menyarankan agar penetapan peserta asuransi tidak melalui dinas. "Saya khawatir kalau lewat dinas malah tidak tertangani," ujarnya. Lebih baik, lanjut dia, pendataan dilakukan BUMN Asuransi yang menjadi mitra pemerintah. Petani secara mandiri mengajukan diri dan perusahaan asuransi yang mendata. Akhir kata, ia pun masih menanti kejelasan teknis pelaksanaan penyaluran asuransi yang belum disoaialisasikan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement