Sabtu 10 Oct 2015 07:55 WIB

Bangunan Masjid Megah, Bolehkah?

Rep: Nashih Nasrullah/ Red: Agung Sasongko
Pembangunan masjid (ilustrasi).
Foto: Republika/Tahta Aidilla/ca
Pembangunan masjid (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Imam At-Turtusyi dalam kitab Al Hawadits wa Al Bida’ menukil sebuah kisah dari Umar bin Abdul Azis. Cerita itu mengisahkan tentang ketakjuban seorang negarawan kafir akan kemegahan bangunan Masjid Al Umawi yang terletak di Damaskus, Suriah.

Kekaguman itu lantas membuat Khalifah Umar bin Abdul Azis berubah pikiran. Sebelumnya, ia berencana melepaskan mozaik dan mengambil balutan emas yang ada di ornamen masjid tersebut untuk dikonversikan dan diserahkan ke baitulmal. Ia juga akhirnya menginstrusikan untuk membuka penutup yang konon dipasang guna me nutupi kemegahannya.

“Tak pernah terbayang, Masjid (Umawi) Damaskus bisa jadi cambuk bagi para kafir,” katanya.

Membangun masjid adalah suatu tuntutan dan kebutuhan. Tak sedikit rumah Allah itu dibangun begitu indah. Ada yang berhias emas, lukisan kaligrafi mewah, dan beratapkan langit-langit bertabur manik-manik menawan. Seperti apakah perspektif fikih Islam menyikapi persoalan itu?