REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Pelaksana Tugas Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Johan Budi SP meminta Presiden Joko Widodo, segera mengambil sikap terkait revisi Undang-Undang KPK yang saat ini akan mulai masuk dalam pembahasan di DPR.
"Sebaiknya Presiden Jokowi segera bersikap terkait kisruh revisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK)," kata Johan usai menjadi pembicaran pada seminar nasional pendidikan yang digelar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Mataram di Mataram, Sabtu (10/10).
KPK, kata dia, sudah menyatakan sikap menolak beberapa isi pasal dalam draft revisi UU KPK yang dilakukan DPR. Ada beberapa poin dalam isi draft revisi UU KPK itu melemahkan KPK sebagai institusi yang memberantas korupsi di Indonesia. "Salah satu pasal dalam draft revisi tersebut menghilangkan penuntutan dari KPK dan membatasi umur KPK sampai 12 tahun," ujarnya.
Menurut Johan Budi, jika roh dari KPK seperti kewenangan penuntutan dihilangkan, maka sama artinya menghilangkan semangat reformasi. Padahal, KPK dilahirkan semangatnya adalah untuk pemberantasan korupsi.
Selain itu, mengacu pada Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (Tap MPR) Republik Indonesia, bahwa tidak ada klausul yang membatasi pembentukan KPK itu ada limitansi atau batasan waktu. "Tidak ada klausul pembentukan KPK ada batasi limit waktu. Ini menjadi penting dalam pemberantasan korupsi," ucapnya.
Kendati sebelumnya pemerintah sudah menyampaikan tentang penolakan revisi UU KPK, menurut Johan Budi, pimpinan KPK sepakat dan sangat mendukung sikap pemerintah yang menolak adanya revisi UU KPK yang justru melemahkan pemberantasan korupsi yang sudah mengakar di Indonesia ini.
Oleh karena itu, Johan tetap meminta Presiden Jokowi kembali memberikan sikap jelas dan segera bersikap untuk menolak revisi UU KPK tersebut. "Pimpinan KPK sudah menyatakan sikap menolak revisi UU tentang KPK, sekarang masyarakat silakan bersikap," ujar Johan.