REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Pangeran Saudi Turki al-Faisal menolak wacana pembagian pengelolaan pelaksaan ibadah haji dengan negara lain. Riyadh menganggap masalah ini sudah masuk dalam ranah kedaulatan, dan hak istimewa yang harus dijaga.
"Kerajaan selama bertahun-tahun telah melewati masa-masa suslit ketika jamaah tidak memperoleh jaminan bisa berhaji di hari tua, masalah penyakit, kepadatan jamaah, penginapan dan persoalan lain. Dan kita tidak akan dengan begitu saja menyerahkan hak istimewa menjadi pelayan dua tempat suci ini," ujarnya, kemarin.
Menurutnya penduduk Makkah, adalah orang-orang yang mengetahui detail teritori Makkah. "Dan kalian tidak bisa mengambil begitu saja semua ini dari penduduk Makkah."
Riyadh menjadi sorotan kalangan internasional menyusul dua insiden mematikan yang terjadi dalam prosesi haji. Salah satu yang paling mematikan yakni insiden di Mina. Otoritas Saudi mengatakan, 769 jamaah wafat.
Namun laporan lain menyebut jumlah korban wafat lebih dari 1.000 orang. Berdasarkan perhitungan AP jumah korban meninggal mencapai 1.400 jamaah. Jamaah asal Iran, merupakan korban terbesar, hingga 465 jiwa. Pemerintah Iran mengkritik tajam pengelolaan haji Saudi yang dianggap kurang profesional.
"Saya rasa, mereka (Iran) mencoba untuk mempolitisir masalah ini. Hal itu sangat disayangkan sekali," kata Turki.