REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kebakaran hutan dan lahan di Sumatera dan Kalimantan telah menyebabkan asap pekat yang bahkan mengganggu negara-negara tetangga. Sudah berbulan-bulan lamanya sebaran asap tersebut meliputi masyarakat setempat.
Meskipun awalnya menolak, pemerintah Indonesia akhirnya menerima bantuan negara-negara asing, antara lain Rusia, Australia, Malaysia, dan Singapura, untuk memadamkan titik-titik panas (hotspot).
Ketua Komisi VII DPR Kardaya Warnika menilai positif bala bantuan negara-negara sahabat. Menurut politikus Partai Gerindra itu, hal tersebut memang diperlukan, namun jangan sampai menjadi andalan utama.
Sebab Pemerintah RI bertanggung jawab seutuhnya atas pemeliharaan terhadap lingkungan hidup, khusunya melalui penerapan hukum perundang-undangan.
"Bantuan luar negeri, kalau saya melihatnya, harusnya sebagai komplemen, pelengkap. Jangan sampai pemerintah mengandalkan bantuan luar negeri," katanya saat dihubungi, Senin (12/10).
Dalam tim gabungan RI dengan negara-negara sahabat, Australia hanya lima hari memberikan bantuan sejak kedatangannya. Sementara itu, Singapura dan Malaysia masing-masing beroperasi selama 13 hari dan lima hari.
Dari Rusia, RI meminjam pesawat Bereiv guna mengintensifkan pemboman air dengan volume besar. Secara keseluruhan, pemerintah Indonesia memberi tenggat waktu dua pekan bagi operasi tim gabungan dengan negara-negara sahabat.
"Berdasarkan instruksi Presiden, target tim gabungan dan bantuan internasional dari berbagai negara diharapkan akan selesai dalam dua minggu. Tapi kita telah memiliki strategi untuk melanjutkan pemadaman," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho di Graha BNPB, Jakarta Timur, Ahad (11/10).
Terkait itu, Kardaya cukup mengapresiasi langkah pemerintah sejauh ini. Namun, dia menekankan pentingnya antisipasi ketika tenggat waktu bantuan asing usai. "Yang bertanggung jawab untuk memadamkan bukan luar negeri, tapi kita sendiri," ujarnya.