Senin 12 Oct 2015 15:05 WIB

Tambang Ilegal di Lumajang, 'Jatah' Bulanan Pegawai Perhutani Paling Besar

Rep: Andi Nurroni/ Red: Bilal Ramadhan
Lokasi penambangan pasir ilegal di Pantai Watu Pecak, Desa Selok Awar-Awar, Kecamatan Pasirian, Lumajang, Jawa Timur, Ahad (11/10).  (Republika/Wihdan)
Lokasi penambangan pasir ilegal di Pantai Watu Pecak, Desa Selok Awar-Awar, Kecamatan Pasirian, Lumajang, Jawa Timur, Ahad (11/10). (Republika/Wihdan)

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA — Kepala Desa Selok Awar-Awar Hariyono membeberkan aliran dana dari bisnis tambang pasir ilegal miliknya. Berdasarkan pengakuannya, di antara pihak-pihak yang rutin mendapatkan 'jatah' bulanan, sejumlah anggota Perhutani kebagian paling besar.

Menurut Hariyono, pegawai Perhutani yang rutin mendapatkan setoran bulanan adalah Asisten Perhutani Kecamatan Pasirian, Mantri Perhutani, serta dua orang mandor Perhutani. Hariyono merinci, setiap bulan, anggaran untuk Asisten Perhutani dan Mantri Perhutani masing-masing sebesar Rp 2 juta.

Sementara  untuk dua orang mandor bernama Sunarso dan Wiyan, masing-masing mendapatkan Rp 1 juta. Selain empat orang tersebut, pendamping Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Selok Awar-Awar bernama Hanafi juga mendapatkan jatah.

Menurut Kades, Hanafi mendapatkan jatah paling besar, yakni Rp 2,5 juta per bulan. “Pak Hanfi, dapat lebih besar karena terlibat langsung di lapangan,” ujar Kades Hariyono saat memberikan keterangan sebagai saksi sidang kode etik kepolisian di Mapolda Jawa Timur, Senin (12/10).

Sidang terbuka tersebut diselenggarakan Bidang Propam Polda Jawa Timur untuk memeriksa tiga anggotanya yang diduga menerima aliran dana dari bisnis tambang tak berizin tersebut.  Mereka adalah Mantan Kapolsek Pasirian AKP Sudarminto, Kanit Reskrim Polres Lumajang Samsul Hadi dan Babinkantibmas Desa Selok Awar-Awar Sigit Pramono.

Berdasarkan penelusuran Republika, Asiten Perhutani yang turut bekerja 'menyukseskan' hadirnya tambang pasir di Desa Selok Awar-Awar bernama Hendra. Menurut Kades, para pegawai Perhutani tersebut, sedari awal terlibat dalam rencana pembukaan tambang pasir melalui rapat-rapat yang diselenggarakan di Balai Desa.

Berdasarkan keterangan sang Kades, diketahui bahwa niat membuat tambang pasir disamarkan melalui dalih pengembangan kasawan Pantai Watu Pecak sebagai kawasan wisata. Dengan alasan tersebut, melalui tim LMDH yang diketuai Mat Desir, mereka meminta paksa sawah warga yang disebut berada di tanah Perhutani.

LMDH sendiri merupakan lembaga mitra Perhutani dalam pemanfaatan asset perhutani. Sang Ketua, Mat Desir, juga merupakan komandan Tim 12, pasukan preman bentukan Kades Hariyono yang kemudian membunuh dengan sadis Salim Kancil, petani penolak tambang.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement