REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pemerintah diimbau untuk lebih memanfaatkan data yang dimiliki lembaga terpercaya seperti Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) atau Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) untuk mengantispasi kebakaran hutan dan lahan melalui peringatan dini.
“Khawatirnya, aparat terkait menganggapnya peringatan itu hanya kebakaran biasa. Jadi, dibiarkan saja.” kata Peneliti Paradigma Riset Institut HR Prasetyo Sunaryo, Senin (12/10).
Presetyo menyatakan, dari data citra satelit LAPAN yang bisa diakses publik, umpamanya, menunjukkan banyaknya titik api di Sumatera sejak Juli lalu. Sementara data BMKG secara harian bisa menunjukkan titik panas dan lokasi terbaru berdasarkan titik koordinat dan wilayah administrasi hingga tingkat kecamatan.
Dari pantauan di situs BMKG, untuk data 9 Oktober lalu, misalnya, titik panas baru banyak terdeteksi di kawasan timur Indonesia. Di Sumatra Selatan, ada dua titik panas baru yang terdeteksi di Ulumusi, Empat Lawang, Sumsel.
Antisipasi lebih dini sangat dibutuhkan karena di sejumlah tempat, kasus-kasus pembakaran hutan sangat kompleks pelakunya. Dari berbagai kasus yang sudah terungkap di media massa, ujar Prasetyo, motif pembakaran amat beragam.
Ada yang sekadar membersihkan areal kebun, tapi lantas merembet ke lahan lain seperti kasus kebakaran di Taman Nasional Lore Lindu, Palu. Ada pula karena kesengajaan karena mau menanam lada seperti terjadi Bangka Belitung.
“Harusnya zero burning itu berlaku untuk semua pihak,” ungkapnya.