Selasa 13 Oct 2015 14:51 WIB
Salim Kancil

Salim Kancil: Ingin Kayak Bung Karno

Red: Ilham
Koin peduli Salim Kancil.
Foto: dokrep
Koin peduli Salim Kancil.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kematian pejuang antitambang, Salim alias Salim Kancil menyisakan banyak cerita. Kematian Salim Kancil yang dramatis di tangan para preman tambang membuat banyak orang ingin tahu sosoknya.

Adalah istri Salim Kancil, Tijah, yang mengisahkan cerita heroik keberanian sang suami melawan kesewenang-wenangan. Dalam uraiannya yang simuat Koran Republika pada Senin, kemarin, Tijah mengaku pernah khawatir perjuangan Kancil akan membahayakan dirinya sendiri.

Tijah penah meminta Kancil mengikhlaskan saja sawah mereka yang diurut habis oleh aktivitas tambang. Namun, Kancil menolak diam.

"Aku nggak ngejar harta, ngapain harta dikejar. Aku mau ngejar kebenaran," kata Tijah menirukan jawaban Kancil saat itu.

Menurut Kancil, sawah mereka itu tidak bisa dinilai dengan uang. Sebab, sawah itu adalah hasil kerja keras Kancil dan pamannya saat siang dan malam. Jauh sebelum tambang menindihkan kakinya di tanah Desa Selok Awar Awar, Lumajang, Kancil membuat tanah berawa menjadi sawah yang siap untuk bercocok tanam.

Aktivitas tambang kemudian mengambil sebagian sawah itu. Sementara sawah yang lainnya rusak karena diuruk dan kemasukan air laut.

"Pak Kancil bilang enggak usah kuatir. Dia enggak kuatir. Dia bilang enggak takut," kata Tijah.

Salim Kancil, kata Tijah, sangat yakin apa yang ia perjuangkan adalah kebenaran. Bahwa para penambang itu tidak boleh sewenang-wenang atas tanah mereka. Apalagi, kehadiran truk tambang di desa itu sangat mengganggu warga. Tidak jarang truk menyerempet warga, dan bahkan ada yang hingga tewas.

"Aku ini mau berjuang kayak Bung Karno," Tijah mengingat kata-kata Kancil. "Dia (Kancil) tak takut sama sekali. Pokoknya, dia bilang, dia benar."

Kancil didatangi puluhan preman di rumahnya pada Sabtu (26/9) pagi. Para preman itu kemudian menyerang dan menganiaya Kancil dengan berbagai senjata tajam hingga lelaki berusia 46 tahun itu meninggal dunia.

"Setelah Bapak meninggal saya bangga banget. Orang seluruh Indonesia doain. Sampai di TV-Tv Bapak didoain, padahal cuman petani, orang kecil. Tapi kalau ingat disiksa, itu sedih banget." 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement