REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Rencana pemerintah memberlakukan program pelatihan bela negara efektif untuk menangkal tumbuhnya separatisme. Demikian disampaikan pakar hukum internasional Universitas Islam Indonesia (UII) Jawahir Thontowi.
"Gangguan dan ancaman dari dalam negara seperti separatisme dan radikalisme sesungguhnya dapat ditangkal melalui pelatihan bela negara," kata Jawahir di Yogyakarta, Selasa.
Menurut dia, pelatihan bela negara bagi seluruh warga negara Indonesia sangat penting untuk menumbuhkan rasa cinta Tanah Air guna memperkokoh ketahanan nasional yang tangguh. Pelatihan bela negara, kata Jawahir, jangan sampai disalahtafsirkan sebagai program wajib militer (wamil) seperti yang diberlakukan di Korea Utara, Korea Selatan dan Singapura. "Jangan melulu diartikan sebagai wajib militer," kata dia.
Implementasi program pelatihan bela negara, kata dia, antara lain dapat diwujudkan dengan penanaman nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi negara serta penguatan ketaatan terhadap Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
"Memang perlu dipertanyakan ketika WNI tidak memahami atau tidak mengamalkan ideologi Pancasila itu," kata dia.
Menurut Jawahir, inisiatif untuk menghidupkan pelatihan bela negara sesungguhnya sudah lama dibutuhkan Indonesia. Selain efektif untuk menangkal ancaman militer dari negar asing, pelatihan bela negara diperlukan menyusul banyaknya penyebaran paham-paham radikal atau paham transnasional yang menyasar generasi muda.
"Bahkan seharusnya mulai sejak kecil wajib ditanamkan nilai cinta dan setia pada negara. Apalagi dalam Islam cinta negara juga bagian dari iman," kata dia.
Dengan demikian, menurut dia, pencetakan kader-kader bela negara seperti yang dimaksud Kementerian Pertahanan harus diartikan untuk menghidupkan pelibatan rakyat dalam menegakkan dan mempertahankan kedaulatan negara.