REPUBLIKA.CO.ID, LUMAJANG -- Tosan, petani penolak tambang pasir yang menjadi korban penganiayaan preman tambang, pulang ke rumahnya di Desa Selok Awar-Awar, Lumajang, Selasa (13/10). Tosan tiba di rumahnya sekitar pukul 22.45 WIB dengan dikawal tim Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) serta sejumlah petugas kepolisian.
Turun dari mobil, Tosan yang mengenakan kaos hitam dipapah oleh dua anggota LPSK. Di halaman rumah, lelaki kurus itu disambut ibunya yang sudah sepuh. Ibu-beranak itu berangkulan penuh haru.
Masuk ke dalam rumah bilik bambunya yang sederhana, Tosan mendapat pelukan dari anak dan istrinya. Dengan wajah masih pucat, Tosan menyempatkan menyapa para wartawan yang sejak petang menunggunya.
"Kondisi saya semakin membaik. Tapi saya mohon izin untuk istirahat dulu. Besok bisa kita lanjutkan," ujar Tosan dengan nada rendah.
Raja, pihak LPSK yang mengawal Tosan, menyampaikan, setelah berkoordinasi dengan pihak Rumah Sakit dr Saiful Anwar Malang, mereka mengizinkan Tosan di bawa pulang untuk selanjutnya menjalani rawat jalan. Raja menyampaikan, pihak LPSK akan terus memastikan Tosan dalam keadaan aman. "Kami segera berkoordinasi dengan Polda dan Polres setempat untuk meminta ditempatkan pengawalan," ujar dia.
Menurut Raja, dalam waktu dekat, Tosan sudah bisa memberikan keterangan kepada penyidik kepolisian terkait kekerasan yang dia alami.
Tosan merupakan salah satu warga Desa Selok Awar-Awar yang vokal menolak tambang pasir di desanya. Bersama Salim Kancil dan sejumlah warga lainnya, dia mengorganisasikan protes melawan tambang.
Sabtu (26/9), Tosan dan Salim Kancil disiksa gerombolan preman tambang. Tosan berhasil lolos dari maut. Sementara rekannya, Salim Kancil, tewas bersimbah darah.