REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menargetkan pembentukan 100 juta kader bela negara. Untuk tahap awal, Ryamizard akan mendidik 4.500 pembina bela negara selama sebulan penuh.
Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Mulyono mendukung langkah Ryamizard dalam mencetak kader bela negara. Menurut dia, program bela negara layak diterapkan untuk masyarakat Indonesia demi menumbuhkan rasa cinta Tanah Air. "Bela negara tidak identik dengan perang atau angkat senjata," kata Mulyono usai seminar nasional Pembinaan Teritorial (Binter) Angkatan Darat Tahun 2015 di Universitas Indonesia (UI), Depok, Kamis (15/10).
Menurut dia, program bela negara spektrumnya bisa lebih luas untuk menyatukan persepsi seluruh elemen masyarakat. Mantan panglima Kostrad itu menyatakan, tugas mempertahankan kedaulatan negara memang menjadi tugas utama TNI. Namun, bukan berarti hanya TNI saja yang wajib memiliki nasionalisme dalam menjaga kedaulatan NKRI, melainkan juga seluruh masyarakat Indonesia.
Karena itu, pihaknya terus menjalin hubungan baik dengan akademisi dan elemen lainnya, termasuk perusahaan swasta, dalam mewujudkan program bela negara. "Karena pertahanan negara ini bukan hanya milik TNI, tetapi kewajiban semua anak bangsa," kata Mulyono.
Dia juga menyinggung tentang penguatan binter dalam satuan komando kewilayahan mulai dari Kodam, Korem, Kodim, hingga Koramil. Menurut dia, struktur komando kewilayahan TNI AD sangat mendukung dilakukannya pembinaan teritorial. "Binter merupakan bagian dari pertahanan negara yang dilaksanakan secara transparan, akuntabel, efektif, dan efisien," ujar mantan panglima Kodam Jaya itu.
Mulyono melanjutkan, aktualiasi binter berpedoman pada prinsip profesionalisme, bukan mengembalikan dominasi militer atas sipil yang masa lalu menjadikan TNI AD sebagai alat penguasa. "Namun, binter merupakan wujud penggunaan kekuatan matra darat yang harus selalu dibangun dan disiapkan."
Hadir di acara itu Wakil Rektor UI Hamid Chalid, Komandan Pusterad Mayjen Agung Risdhianto Pangdam Jaya Mayjen Teddy Lhaksmana, Gubernur Lemhannas Budi Susilo Soepandji, dan pakar hukum tata negara Jimly Asshiddiqie.