REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum The Institute of Indonesian Public Accountability (IPA) Bambang Setiono prihatin akan nasib hutan Indonesia yang tengah babak belur. Ia yang juga merupakan dosen fakultas bisnis Universitas Sampoerna pun menuturkan sejumlah usulan perbaikan, guna mengobati hutan.
"Mula-mula harus dilakukan audit hutan secara komprehensif," kata dia pada acara Diskusi Bersama bertajuk "Menggugat Kerugian Negara di Sektor Kehutanan" pada Kamis (15/10). Audit, misalnya, dilakukan dengan kerja sama lembaga audit negara dengan auditor independen.
Faktanya hutan menghilang namun lembaga pemerintah yang mengurus hutan mendapatkan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK. Logikanya penilaian tersebut menurutnya ganjil sebab perolehan WTP berarti uang dikelola dengan bener sesuai standar akuntansi pemerintah. Namun yang terjadi selama ini, tidak ada catatan kekayaan hutan. Yang ada justru catatan penerimaan hasil hutan.
Langkah selanjutnya pasca audit yang logis yakni mengejar para pelaku kejahatan hutan. Penelusuran bisa jadi sampai ke luar negeri karena kayu impor rentan cacat data. Penelusuran bisa dikaitkan dengan penyelidikan transaksi keuangan dan tindak pencucian uang. "Itu tugasnya KLHK dan PPATK apa itu transaksi mencurigakan di kehutanan," katanya.
Upaya pengobatan yang tidak kalah penting yakni meningkatkan akuntabilitas publik. "Kami melihat seluruh organisasi publik harus ada janji kewajibannya, harus muncul di visi misi organisasi," ujarnya. Menjaga hutan, lanjut dia, bukan mandiri tanggung jawab KLHK. Hutan yang babak belur juga disebabkan tangan-tangan oknum DPR, kepolisian dan dinas kehutanan di daerah. Jadi, mereka juga mesti dimintai pertanggungjawaban visi dan misinya dalam mengelola hutan.