REPUBLIKA.CO.ID, LUMAJANG -- Istri salah seorang pelaku pengeroyokan dan pembunuhan aktivis tambang Salim alias Kancil, mengaku hidupnya sangat tersiksa setelah suaminya tersangkut masalah hukum. Bahkan untuk sekedar keluar rumah saja, Nia (24 tahun, bukan nama sebenarnya) mengaku sangat takut.
Sepekan pertama pascakejadian (26 September), Nia sama sekali tidak berani keluar rumah. Ibu muda yang tengah hamil enam bulan itu juga mengunci pintu rumah agar anak sulungnya, Rian (5 tahun, bukan nama sebenarnya), tidak sampai bermain di luar. Nia mengisahkan, pada 26 September pagi itu, suaminya tidak bercerita akan turut melakukan huru-hara.
"Yo, pamite arep kerjo, aku ndak ngersakno. Nek eruh yo ndak oleh (pamitnya mau kerja, saya tidak curiga. Kalau tahu (berbuat huru-hara) pasti saya larang)," ujarnya lirih setengah menangis, saat dijumpai Republika.co.id di rumahnya di Desa Selok Awar-Awar, Kamis (15/10) malam.
Hingga saat ini, Nia masih tidak percaya suaminya berbuat senekat itu. Padahal, menurutnya suaminya tidak pernah berulah macam-macam sebelumnya. Sewaktu hari kejadian, kata dia, hingga sore dia cemas menunggu suaminya yang tidak pulang.
Nia mengaku tidak tahu apa persisnya yang terjadi dengan sang suami. Beberapa waktu kemudian, menurut Nia, suaminya menelepon.
"De’e ngebel, 'sampeyan sing sabar, De. Tole (panggilan anak) dijogo'. Yo cerita ngono iku. (Dia menelepon, ‘kamu yang sabar, Dik, tolong jaga anak kita’. Ya, dia cerita masalahnya)," katanya sambil terus mengusap matanya yang berair.
Ia mengaku tidak tahu secara persisnya kesalahan sang suami. Apapun yang terjadi, dia hanya berharap bisa berkumpul kembali bersama suaminya. Terlebih, dia kini sangat membutuhkan pendamping seiring dengan kehamilannya yang semakin tua.
"Yo nek bojoku salah kulo njaluk sepuro. Nek kulo eruh, yo ndak oleh. (Kalau suami saya salah, saya mohon maaf. Kalau saja saya tahu pasti saya larang)," kata perempuan yang tak sempat lulus SD itu.
Hingga kini, suami Nia masih menjadi satu dari lima tersangka yang buron. Berdasarkan keterangan saksi, suami Nia turut terlibat melakukan pemukulan terhadap dua warga penolak tambang pasir, yakni Salim Kancil dan Tosan. Salim Kancil kemudian tewas, sementara Tosan terluka parah.
Beberapa hari sejak kejadian, Nia tidak mau makan dan terus menangis. Dia terus membayangkan hal buruk akan terjadi terhdap suaminya. Beruntung, kepala sekolah TK tempat Rian bersekolah datang ke rumahnya dan menguatkan dirinya.
Semula Any Windaryanti, sang kepala sekolah, datang untuk menanyakan Rian, anak didiknya, yang hampir sepekan tidak datang ke sekolah.
Any lantas membujuk dan memotivasi agar Nia menguatkan diri demi Rian dan tetap mengantar anaknya sekolah. Dengan dukungan itulah, menurut Any, sepekan setelah kejadian, Nia berani mengantar anaknya ke sekolah.
"Dia sangat hebat. Walaupun sedang hamil, dia mengantar dan menunggui Rian setiap pagi. Saya bilang, dia enggak boleh takut, dia dan anaknya tidak salah. Dia harus kuat demi Rian dan bayi dalam kandungannya," ujar Any yang mendampingi Nia.
Kehilangan suami, bagi Nia, juga berarti kehilangan tulang punggung keluarga. Nia mengaku tidak mungkin merepotkan bapaknya yang sudah sepuh dan lemah setelah menjalani operasi hernia. Nia mengaku sedih kalau mengingat masa depan anak-anaknya.