REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG SELATAN -- Serikat Pekerja Nasional (SPN) Cabang Kota Tangerang Selatan (Tangsel), menilai sistem upah baru lebih merugikan dibandingkan sistem sebelumnya. Sistem pengupahan yang baru dinilai tidak proporsional bagi mereka.
"Sama sekali tidak menguntungkan dan tak berpihak pada pekerja. Jika ada pertimbangan inflasi dan sebagainya tentu kondisinya tidak sesuai dengan yang ada di lapangan. Harga-harga di pasaran jauh lebih tinggi," jelas Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) SPN Kota Tangsel, Aris Purwanto kepada Republika.co.id, Jumat (16/10).
Selain itu, penghitungan upah pun tidak semestinya disamaratakan antara pekerja berstatus lajang dengan yang sudah berkeluarga. Terlebih, lanjut dia, sistem pengupahan lama dipandang lebih menguntungkan.
"Sebenarnya sistem lama saja masih butuh perbaikan dalam poin-poin penghitungan upahnya. Semestinya sistem lama saja yang disempurnakan," ujarnya.
Ia pun memperkirakan adanya gelombang penolakan oleh para pekerja. Secara umum, SPN pun menolak sistem pengupahan baru. Aris memprediksi aksi penolakan para pekerja jauh lebih masif dibandingkan aksi menolak PHK beberapa waktu lalu. SPN Kota Tangsel pun berencana menggelar aksi penolakan sistem upah baru.
Sebelumnya, Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri mengungkapkam adanya formula baru dalam merumuskan nilai upah pekerja. Berdasarkan rumusan itu, besaran upah minimum tahun depan adalah hasil dari upah minimum provinsi (UMP) tahun berjalan ditambah hasil perkalian UMP tahun yang sama dengan persentase tingkat inflasi ditambah dengan pertumbuhan ekonomi.
Menurut Hanif, konsep upah yang baru memberi kepastian kepada buruh dan dunia usaha. Bagi para buruh, kenaikan tiap tahun dapat dipastikan sedangkan untuk pengusaha kenaikan dapat diprediksi.