REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Keriuhan terkait Freeport Indonesia kembali mengemuka. Kontrak Freeport yang habis pada 2021 membuat perusahaan tambang emas itu meminta adanya kepastian perpanjangan kontrak hingga 2041.
Padahal, dalam peraturan, perpanjangan kontrak baru bisa diberikan paling cepat dua tahun sebelum masa kontrak berakhir. Freeport mendesak adanya kepastian, karena perusahaan tambang emas itu akan menanamkan modal investasi sekitar 18 miliar dollar AS.
Vice President Freeport Indonesia, Napoleon Sawai mengatakan rakyat Papua menganggap Freeport sangatlah penting untuk kemajuan negeri Papua. Menurut Napoleon berkat Freeport ribuan rakyat Papua bisa mencari penghidupan.
"Saya kira manfaat Freeport seperti laboratorium besar untuk mendidik orang Papua. Bila masuk ke kawasan Freeport kami seperti masuk ke dalam negara maju, dari sana juga kami mengerti berbagai macam aturan," ujar Napoleon dalam sebuah diskusi di bilangan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (17/10).
Napoleon menjelaskan hampir 27 persen karyawan Freeport merupakan putra daerah Papua. Sebanyak 54 orang masuk ke dalam manajerial perusahaan. Bahkan ada 7 orang yang memiliki jabatan Vice President.
Selain itu, pembangunan Papua saat ini merupakan peran besar dari Freeport. Jika dibandingkan dengan pemerintah, peran Freeport jauh lebih besar dalam pembangunan Papua. "Kalau ingin NKRI ada di Papua, ya dengan bangun Papua lewat Freeport," tegas Napoleon.
Seperti diberitakan sebelumya, per 14 Oktober 2015 seharusnya Freeport sudah mulai menawarkan sahamnya kepada pemerintah. Namun, perusahaan berbasis di AS ini mengulur waktu divestasi dengan alasan menanti revisi PP 77 tahun 2014. Saham yang ditawarkan nanti, berdasarkan skala prioritas akan ditawarkan kepada pemerintah terlebih dahulu. Setelah itu posisi kedua ditawarkan kepada BUMN, prioritas ketiga baru BUMD, dan terakhir swasta, termasuk melalui IPO