REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Pelatihan Muballigh tahap ke-3 se-Kawasan Timur Indonesia (KTI) bertujuan mengatasi kelangkaan muballigh di tengah kehidupan masyarakat.
"Bangsa Indonesia kekurangan muballigh. Al Markaz sebesar ini ternyata muballighnya itu-itu aja tiap tahun dan tidak ada wajah baru yang muncul," kata Sekjen Masjid Al Markaz Al Islamy Prof Dr Anwar Arifin di sela-sela pelatihan Muballigh di Makassar, Ahad.
Pelatihan yang digelar panitia Masjid Al Markaz Al Islamy yang berlangsung selama tiga hari ini bertujuan mengatasi kelangkaan Muballigh di masjid, majelis taklim, surau dan berbagai kegiatan masyarakat.
Pelatihan Muballigh yang diikuti sekitar 70 peserta dari luar Sulsel ditambah sekitar 30 peserta dari Sulsel setelah pembukaan oleh Sekjen Masjid Al Markaz Al Islamy, Makassar selanjutnya ke lokasi penginapan di Pantai Marina, Kabupaten Bantaeng, Sulsel.
Di lokasi wisata tersebut, selama tiga hari para muballigh dilatih dan sekaligus melakukan pengkajian masalah agama dan sosial, termasuk masalah khilafiah.
"Para muballigh era ini menghadapi tantangan yang lebih berat, karena selain harus berhadapan dengan masalah sosial kemasyarakatan, juga harus menghadapi perkembangan teknologi dan informasi yang tumbuh dengan cepat," kata pakar komunikasi poltik ini.
Apabila tidak disikapi dengan baik dengan pondasi nilai-nilai agama, lanjut dia, perkembangan teknologi komunikasi dan informasi itu dapat menggiring umat menganut faham sekularisme, hedonisme dan apatis dengan kondisi di sekitarnya.
Salah seorang peserta pelatihan muballigh asal Maluku Utara Zainuddin Parera mengatakan, sangat bersyukur karena terpilih untuk mengikuti pelatihan muballigh untuk menambah wawasan.
"Pelatihan ini tidak dipungut biaya sepeserpun, sebaliknya kami disiapkan buku-buku serta penginapan yang sangat memadai di kawasan wisata di Bantaeng," ungkap Parera penuh syukur.