Oleh: Peter Tase,
Jurnalis Senior Amerika
Albania, negara republik di Semenanjung Balkan bagian tenggara Benua Eropa ini mencatatkan sejarah panjang dalam toleransi beragama. Tiga agama besar hidup dan berkembang dengan harmonis secara berdampingan di negara yang berbatasan dengan Montenegro di bagian utara dan Serbia (Kosovo) di bagian timur laut ini.
Islam adalah agama mayoritas di negara dengan populasi yang berjumlah 3,5 juta ini. Agama Albania Ortodox dan Katolik Roma masing-masing menempati tempat kedua dan ketiga. Mayoritas Muslim di Albania bermazhab Suni dan Bektashi, warisan dari pemerintahan Ottoman.
Sebelum abad ke-19, Albania dikenal sebagai negeri yang penuh dengan toleransi, sementara awal abad ke-19 dan abad ke- 20 menjadi awal bagi kelas bangsawan Muslim menjadi elite penguasa di Albania.
Periode ini ditandai dengan toleransi bagi kelompok agama lainnya. Bahkan, setelah lima abad di bawah pemerintahan Ottoman, 70 persen penduduk Albania telah masuk Islam, namun masih ada toleransi untuk agama serta kepercayaan lainnya.
Laporan Internasional Kebebasan Beragama yang dikeluarkan oleh Departemen Luar Negeri AS 2009 yang memuat deklarasi tentang kebebasan beragama di Albania menyebutkan, konstitusi di negara konstitusi memberikan kebebasan beragama dan undang-undang serta kebijakan lainnya yang telah berkontribusi secara umum pada praktik kebebasan beragama.
Pemerintah secara umum menghormati praktik kebebasan beragama. Hukum di semua tingkatan secara penuh melindungi hak ini dan terhadap penyalahgunaan, baik dilakukan oleh pihak pemerintah maupun swasta.
Sikap Pemerintah Albania sudah jelas, yaitu sekuler, tidak ada agama resmi negara, semua berkedudukan sama. Hanya, komunitas agama yang dominan, yaitu (Suni Muslim, Bektashi, Ortodoks, dan Katolik) menikmati pengakuan resmi lebih tinggi dari pemerintah, seperti hari libur nasional.