Oleh: Peter Tase, Jurnalis Senior Amerika
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Albania menjadi contoh yang sangat baik bagi Kosovo, negara tetangga yang belum lama merdeka. Tantangan di Kosovo untuk kebebasan beragama mungkin lebih besar karena latar belakang keterasingan antara masyarakat Albania dan Serbia. Kepemimpinan Albania telah menjadi kekuatan yang signifikan dalam mempromosikan toleransi di Kosovo, negara yang juga didominasi Islam.
Mengingat kebijakan AS saat ini membutuhkan pendalaman dialog dengan negara- negara mayoritas Muslim, merupakan hal yang menguntungkan bahwa di tepi Laut Adriatik, di jantung Benua Eropa, ada sebuah negara di mana 70 persen penduduknya beragama Islam dan Kristen sebagai agama kedua yang mendominasi, kemudian diikuti oleh Kristen Ortodoks sebe sar 20 persen serta Katolik Ro ma sebesar 10 persen. Dan, kesemuanya me miliki kebebasan setara dalam mengembangkan agamanya masing-masing.
Ini merupakan fakta dan bukan fen mena karena Pashko Vasa, seorang in telektual Albania pada abad ke-19, su dah mengatakan, "Agama Albania adalah Albanianism." Aspek bersejarah dan intrinsik dari budaya Albania ini ten tunya dapat berfungsi sebagai contoh kebebasan beragama bagi negara-negara yang berpenduduk mayoritas Muslim. Hal ini pula yang menjadi alasan utama dalam hubungan bilateral yang positif antara Amerika Serikat dan Albania.
Sebagai orang yang dilahirkan dari keluarga keturunan Albania, saya melihat dengan jelas dalam beberapa kunjungan ke Albania selama beberapa dekade terakhir ini bahwa toleransi telah menjadi karakter budaya utama di negara agama yang pluralistik ini dan saya bangga membawa darah Albania ke manapun saya pergi. Tiga agama besar hidup dalam harmoni satu dengan yang lainnya.
Meski mayoritas penduduknya adalah Muslim, saat Paus Yohanes Paulus II mengunjungi negeri ini pada 25 April 1993, Pemerintah Albania telah memberikan restu bagi pembentukan sebuah universitas Katolik. Hal ini menunjukkan komitmen Albania terhadap sikap toleransi yang tinggi bagi kebebasan beragama.