Ahad 18 Oct 2015 15:30 WIB

Jumlah PNS Perempuan yang Ajukan Cerai Meningkat (2)

Rep: c12/ Red: Damanhuri Zuhri
Sidang perceraian di Pengadilan Agama (ilustrasi).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Sidang perceraian di Pengadilan Agama (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Perceraian tidak hanya terjadi di lingkungan keluarga yang salah satunya berprofesi sebagai PNS, tapi juga terjadi di lingkungan yang suami-istrinya sama-sama menjadi PNS.

Untuk kasus perceraian seperti ini, disebabkan di antaranya karena suami yang dinilai kurang memberikan perhatian kepada pihak istri. "Jarang pulang ke rumah, kurang kasih perhatian, atau karena ada wanita idaman lain," ujar dia.

Sementara itu, menurut Konselor Keluarga Cahyadi Takariawan, jika suami dan istri sama-sama memiliki kemapanan masing-masing, tentu akan memunculkan ego dari kedua pihak.

Karena, suami ataupun istri sama-sama memiliki kemandiran dalam hal finansial. Akibatnya, kondisi tersebut malah mengikis rasa saling bergantung di antara suami-istri. "Padahal yang namanya suami-istri mestinya ada sisi di mana mereka itu saling bergantung," tutur dia.

Cahyadi menambahkan, ketika suami-istri masing-masing mendapatkan kemudahan memperoleh finansial, maka timbul sikap kemandirian pada dua pihak itu.

Keduanya mapan dan mampu menghidupi dirinya sendiri sehingga melupakan hubungan komunikasi yang sebenarnya perlu dijalakan dengan baik. "Ketika ada konflik sedikit, ego mereka akan lebih diutamakan," kata dia.

Apalagi, jika misalnya gaji istri meningkat, sedangkan gaji suami tidak demikian, maka dalam kondisi tersebut istri akan merasa mampu untuk melakukan apapun karena ia merasa derajatnya saat itu berada di atas lebih tinggi ketimbang suami.

Lalu, suami merasa minder karena dia tidak bisa memenuhi tuntutan istri. Akibatnya, istri pun merasa kecewa dan suami pun dalam kondisi yang terpuruk. Kondisi demikian makin mempermudah hubungan suami-istri jatuh ke jurang perceraian.

Padahal, meski keduanya memiliki kemapanan, komunikasi harus tetap dijaga. Tetap memberi perhatian satu sama lain dan juga tetap membina rasa ketergantungan di antara mereka.

Sebab, ikatan pernikahan itu bisa menjadi sedemikian lemahnya jika salah satu pihak ada yang merasa mampu untuk menghidupi dirinya sendiri. "Karena tidak ada yang merasa bergantung sama sekali," ujar dia menjelskan.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement