REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aktivis antidiskriminasi Denny JA menjadi pembicara dalam diskusi pada hari ketiga di momen Frankfurt Book Fair, Sabtu (17/10) waktu setempat. Diskusi itu secara khusus membahas buku Denny JA berjudul 'Sapu Tangan Fang Yin' yang diterbitkan edisi bahasa Jerman.
Berbicara soal diskriminasi, menurut pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI) tersebut, Indonesia bisa menjadi barometer bagaimana kawasan Muslim menyelesaikan masalah diskriminasi. Jika Indonesia berhasil, kawasan Muslim lainnya potensial berhasil juga.
Pria yang yang juga seorang sastrawan tersebut mengutip hasil survei Pew Research Center pada tahun 2013 yang mengeluarkan daftar negara yang dianggap paling mampu melindungi kebebasan agama. Yang tertinggi justru bukan dari kawasan penganut sistem liberal Barat, seperti Brasil, Afrika Selatan, dan Filipina.
"Pada dasarnya apapun kulturnya, semua negara potensial melindungi kebebasan agama. Namun memang tak termasuk dalam kriteria itu aneka negara yang tumbuh dalam tradisi agama Islam. Dari rangking 10 besar negara pelindung kebebasan agama, tak satupun berasal dari kawasan Muslim," jelas Denny.
Indonesia, menurut dia, cukup berhasil mengatasi diskriminasi rasial etnik Cina. Kini sudah ada warga Cina yang menjadi menteri dan sudah ada program TV berbahasa Cina. Namun, belum berhasil mengatasi diskriminasi agama yang kini justru semakin parah.
Ketika diskriminasi kepada etnik Cina relatif selesai, kini Indonesia justru tercatat sebagai satu dari tujuh negara terburuk dalam diskriminasi agama pada 2014. Indonesia termasuk terburuk bersama Irak, Mesir, Afganistan dan Rusia.
"Indonesia memerlukan reformasi Islam sebagaimana yang dalam agama Kristen. Islam memerlukan tokoh sekelas Martin Luther yang mampu mengubah wajah Kristen," ujar Denny JA.
Peran Indonesia untuk mengubah wajah Islam yang lebih ramah menjadi signifikan bagi dunia. Apalagi diprediksi pada 2070, agama Islam diprediksi akan menjadi agama terbesar di dunia. Saat itu hanya wajah Islam yang ramah, yang sejalan dengan prinsip hak asasi manusia, yang bisa membangun peradaban baru yang antidiskriminasi.
"Jika Indonesia cukup berhasil mengatasi diskriminasi etnik Cina, seharusnya tak ada alasan Indonesia gagal mengatasi diskriminasi agama," ujar Denny JA