REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ribuan masyarakat mulai berangsur-angsur kembali ke wilayah Aceh Singkil, mereka dianggap bukanlah sebagai korban pengungsi karena tidak ada upaya pengusiran dari Aceh Singkil.
Menurut Sekjen Pusat Advokasi Hukum dan Hak Asasi Manusia (PAHAM), Rozaq Asyhari, ada diskriminasi informasi yang tersebar di media yang mengabarkan mereka terusir oleh masyarakat asli Aceh Singkil.
"Padahal hal itu tidak betul. Tidak ada pengusiran karena yang diprotes itu rumah ibadah dan mereka tidak diancam atau diusir," kata Rozaq Asyhari kepada wartawan, Senin (19/10).
Diskriminasi informasi ini menjadikan bias, terbukti mereka yang mengungsi pun dapat pulang dengan aman. Diskriminasi informasi ini, menurut dia, berakibat berbeda penanganan dari pemerintah dan aparat keamanan.
Ia membandingkan dengan kasus Tolikara yang mendapat perlakuan lebih baik, ketika GIDI sebagai organisasi pemicu konflik diundang di Istana oleh Presiden. Sedangkan kasus Aceh Singkil yang masalah utamanya perizinan rumah ibadah, umat Islam di sana tidak diundang ke Istana untuk penjelasan.
Rozaq meminta kepada aparat dan pemerintah jangan sampai diskriminasi informasi ini, menjadikan penyelesaian konflik yang justru menyakiti masyarakat asli Aceh Singkil.
Diantaranya dengan penyelesaian yang ada keberpihakan pada kelompok tertentu dan memposisikan umat Islam di Aceh Singkil sebagai pelaku utama.