REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Untuk memperkuat pencapaian sebagaimana yang tertuang di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi meluncurkan Indeks Desa Membangun (IDM) yang bisa dijadikan rujukan untuk mengentaskan jumlah desa tertinggal dan meningkatkan jumlah desa mandiri di seluruh Indonesia.
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Marwan Jafar dalam sambutannya menegaskan bahwa IDM yang diluncurkan ingin meletakkan prakarsa dan kuatnya kapasitas masyarakat sebagai basis utama dalam proses kemajuan dan pemberdayaan desa.
"IDM ini lebih komperhensif jika dibandingkan dengan Indeks Pembangunan Desa, karena IDM ini mengedepankan pendekatan yang bertumpu kepada kekuatan sosial, ekonomi dan ekologi, tanpa melupakan kekuatan politik, budaya, sejarah, dan kearifan lokal. Sehingga, apabila indeks ini dipergunakan dengan baik oleh pemerintah sebagai acuan dalam melakukan afirmasi, integrasi dan sinergi pembangunan, maka kondisi masyarakat desa yang sejahtera, adil, dan mandiri seperti yang dicita-citakan tidak mustahil untuk diwujudkan," ujar Marwan, saat membuka Peluncuruan Indeks Desa Membangun, di kantor Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi, Jakarta, Senin (19/10).
Pemberdayaan masyarakat, menurut Marwan merupakan tumpuan utama, titik tolak strategis menuju terciptanya partisipasi yang berkualitas, peningkatan pengetahuan dan peningkatan keterampilan.
"Jadi, masyarakat berdaya merupakan modalitas penting dalam menyantuni spirit UU Desa yang telah menempatkan desa sebagai subjek pembangunan. Dengan menjadi subjek pembangunan, desa akan menjadi entitas yang berpotensi mendekatkan peran negara dalam membanguyn kesejahteraan, kemakmuran dan kedaulatan bangsa baik di mata warga negaranya sendiri maupun di mata internasional," imbuhnya.
Persoalan kemiskinan masih menjadi permasalahan yang dominan di desa. Marwan melihat, kemiskinan menjadi penyebab utama perpindahan penduduk dari desa ke kota.
"Kalau kita melihat data yang ada pada tahun 80-an sekitar 78 persen jumlah penduduk Indonesia ada di Pedesaan. Namun saat ini jumlah penduduk kota dan desa hampir berimbang. Penduduk kota telah mencapai 49,8 persen sementara persentase penduduk desa justru mengalami penurunan menjadi hanya 50,2 persen dibandingkan pada tiga puluh lima tahun yang lalu. Jika tren urbanisasi ini dibiarkan, maka diperkirakan tahun 2025 nanti sekitar 65 persen penduduk Indonesia akan berada di kota," ujarnya.
Ketimpangan antara penduduk di desa dan kota, menurut Marwan bisa dilihat dari Indeks kedalaman kemiskinan di desa dan kota. Pada tahun 2014 persentase penduduk desa yang hidup di bawah garis kemiskinan adalah sebesar 13,8 persen, sedangkan penduduk kota berjumlah lebih kecil yaitu 8,2 persen.
"Jika ditelisik lebih jauh diketahui bahwa tingkat kemiskinan di desa jauh lebih dalam dan lebih parah dibandingkan di kota. Hal itu dibuktikan dengan Indeks Kedalaman Kemiskinan di kota 1,25 sementara di desa jauh lebih besar yaitu mencapai 2,24. Semakin tinggi nilai indeks ini artinya semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk miskin dari garis kemiskinan. Selain itu, Indeks Keparahan Kemiskinan di kota 0,31 sementara di desa 0,56. Semakin tinggi nilai indeks artinya semakin tinggi ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin," imbuhnya.
Dengan diluncurkan IDM sebagai referensi desa membangun, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi juga telah menetapkan tiga Program Unggulan yaitu Jaring Komunitas Wiradesa (JKWD), Lumbung Ekonomi Desa (LED), dan Lingkar Budaya Desa (LBD).
"Program Unggulan akan selalu dijadikan acuan utama dalam merumuskan kegiatan-kegiatan prioritas setiap tahun. Program unggulan itulah yang akan menghasilkan dampak terukur bagi peningkatan kemajuan dan kesejahteraan, dan kemandirian masyarakat desa," paparnya.
Program Unggulan tersebut, menurut Marwan, dikembangkan dengan kerangka kerja yang didasarkan pada penegasan atas lokus dimana upaya pencapaian sasaran pembangunan Desa itu ditujukan.