Rabu 21 Oct 2015 04:38 WIB

Bupati Aceh Singkil Akan Buat Perjanjian Damai Permanen

Rep: c14/ Red: Agung Sasongko
Aceh singkil
Foto: C14
Aceh singkil

REPUBLIKA.CO.ID, ACEH SINGKIL -- Situasi keamanan di Kabupaten Aceh Singkil, khususnya area Kecamatan Gunung Meriah, cukup kondusif. Kendati begitu, sejumlah aparat TNI dan Polda Nangroe Aceh Darussalam (NAD) sejak Senin (19/10) hingga kini terus berjaga-jaga.

Pada kemarin sore, Bupati Aceh Singkil Safriadi Manik alias Oyon mengadakan jumpa pers untuk pertama kalinya semenjak insiden pembakaran rumah ibadah ilegal milik Nasrani serta pembunuhan terhadap satu orang Muslim terjadi pada 13 Oktober lalu.

Bupati Oyon menuturkan, dalam waktu dekat ini akan dibuat perjanjian kesepahaman (MoU) antara pihak Muslim dan Nasrani yang dimediasi Pemkab Aceh Singkil. Meskipun tidak memerinci kapan serta apa rencananya isi MoU tersebut, Bupati Oyon menjanjikan perdamaian permanen di antara kedua belah pihak.

Demikian pula dengan upaya rekonsiliasi korban penembakan, penegakan hukum terhadap para tersangka, dan khususnya komitmen semua umat beragama di Aceh Singkil terkait pendirian rumah ibadah.

Bupati Oyon mengakui, ada dan masih berlaku hingga kini perjanjian damai antara umat Islam dan umat Nasrani Aceh Singkil tertanggal 11 Oktober 2001. Yakni, perjanjian bahwa hanya diperbolehkan adanya satu bangunan gereja dan empat bangunan undung-undung (semacam gereja kecil) di wilayah Kabupaten Aceh Singkil. Bila ada bangunan gereja selain lima rumah ibadah itu, maka harus dibongkar secara swadaya oleh pendirinya.

Perjanjian tersebut merupakan wujud penyelesaian secara administratif terkait masalah pendirian rumah ibadah. Sebab, pada 1979 silam, pernah terjadi konflik berdarah yang berakhir dengan ditandatanganinya Ikrar Kerukunan Bersama antara Muslimin dan umat Nasrani Aceh Singkil tertanggal 13 Oktober 1979. Maka kesepakatan tahun 2001 itu hanyalah peneguhan Ikrar 1979 lantaran isinya sama, terkait batas lima tempat ibadah bagi umat Nasrani Aceh Singkil.

Adapun kelima bangunan itu sudah berdiri. Yakni, satu gereja Kuta Kerangan (dibangun sejak zaman kolonial Belanda) dan empat undung-undung: satu di Kampung Kras Kecamatan Suro, satu di Kampung Napagaluh Kecamatan Danau Paris, satu di Kampung Suka Makmur Kecamatan Gunung Meriah, dan satu di Kampung Lae Gecih Kecamatan Simpang Kanan.

Adapun hingga Selasa (20/10), sebagai tindak lanjut hasil perundingan pascainsiden 13 Oktober lalu, Satpol PP Aceh telah menertibkan lima unit rumah ibadah ilegal.

Terhadap umat Nasrani yang tempat ibadahnya ditertibkan, Bupati Oyon menjanjikan agar mereka bisa beribadah di gereja terdekat dari lokasi kampung masing-masing mereka tinggal. Demikian pula, lanjut dia, akan ada penyatuan rumah ibadah umat Nasrani, meskipun dia tak menyebut sekte-sekte.

"Kita usahakan di yang terdekat, mereka bisa beribadah. Dan nanti di siti disatukan semua," ucap Bupati Oyon di Kantor Polres Aceh Singkil, Selasa (20/10).

Terkait perizinan gereja-gereja dan juga ganti rugi atas penertiban, Bupati Oyon berjanji akan mengajukan besaran keseluruhan ganti rugi tersebut ke Pemprov NAD. "Izinnya ke provinsi agar ke depan bisa damai semuanya," ujar dia.

Bupati Oyon juga meminta kepada seluruh warga Kabupaten Aceh Singkil agar terlebih dahulu mengurus perizinan hingga tuntas sebelum mulai membangun rumah ibadah. "Dan kami harapkan juga ke depannya ini agar diurus izin dulu, baru dibangun. Tidak diperbolehkan membangun (rumah ibadah) sembarangan. Demi tercipta perdamaian di Aceh Singkil ini," papar dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement