REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Selama ini bangsa Cina dikenal sebagai penghasil kain sutra bermutu tinggi. Produksi sutra diekspor ke mancanegara dan memberikan devisa yang sangat besar. Sejatinya, sutra telah mewarnai sejarah peradaban umat manusia sejak berabad-abad silam.
Masa keemasan kain sutra terentang hingga abad pertengahan. Ketika itu, terdapat jalur perdagangan sutra yang masyhur, yakni Jalan Sutra (Silk Road). Di sepanjang kawasan yang dilalui, tumbuh kegiatan jual beli ataupun sentra industri sutra dalam skala masif.
Sejarah juga mencatat, sejak zaman Romawi, bangsa Cina tidak sepenuhnya mendominasi geliat industri sutra. Mereka bukan satu-satunya produsen. Pada masa itu, masyarakat Bizantium dan India sudah menguasai teknologi pembuatan sutra.
Jejak mereka diikuti kaum Muslim. Setelah masa penaklukan, mereka mampu menandingi kegemilangan peradaban asing dalam bidang sutra ini. Dalam buku Islamic Arts and Architecture, Jonathan Bloom dan Sheila Blair mengungkapkan, sutra diperkenalkan pertama kali ke Timur Tengah oleh bangsa Tiongkok. Sutra segera meraih popularitas luar biasa, terutama di kalangan Muslimah.
Pakaian yang terbuat dari bahan sutra sangat disukai karena teksturnya lembut. Selain itu, aneka hiasan, motif, dan desain pada kain sutra, membuatnya tampak lebih indah. Harga busana dari sutra pun menjadi sangat mahal. Hanya sebagian golongan yang sanggup membelinya.
Faktor-faktor itu memacu kaum Muslim untuk dapat memproduksi kain sutra sendiri. Tentu dengan kualitas setara atau lebih baik. Pada saat bersamaan, bangsa Cina juga mentransfer pengetahuan dalam menanam pohon arbei.
Wilayah di Asia Tengah, Transaxonia, dan Kaspia, sangat cocok sebagai lokasi tumbuh pohon arbei. Iklim di sana tidak terlampau panas, curah hujan juga cukup tinggi. Pohon arbei adalah media berkembangnya ulat sutra. Dari kepompong, ulat sutra lantas menghasilkan serat-serat sutra.
Serat-serat itu pun ditenun lalu jadilah kain sutra. Lokasi lain yang terkemuka dalam bidang sutra adalah Persia. Kaum Muslim setempat mewarisi tradisi pembuatan sutra secara turun-temurun sejak era Sasanid. Kain sutra kemudian membanjiri kota-kota besar Islam.
Sumber: Pusat Data Republika