REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kemampuan dunia Islam memproduksi sutra menjadi fenomena tersendiri. di Bursa, sebelah barat Anatolia, kota ini salah satu pusat perdagangan sutra terbesar di dunia Islam.
Dari sini, produksi sutra dikapalkan ke seluruh wilayah Mediterania. Sejak abad ke-12, di Bursa terdapat lahan pohon arbei yang luas, lengkap dengan pabrik pengolahnya. Jonathan Bloom dan Sheila Blair mencatat, sekitar 90 jenis sutra kualitas terbaik dihasilkan di Bursa, termasuk kain sutra beludru. Pada abad ke-16, Bursa adalah pusat ekspor kain sutra asal Persia dan Asia Tengah ke Eropa.
Wilayah utara Suriah tak kalah hebat dalam bidang sutra. Di samping sentra produksi, wilayah ini juga memiliki aktivitas dagang yang sangat ramai. Hasil dari kain sutra sanggup menopang pemerintahan Ottoman (1281). Kontak dagang dengan dunia Barat terjadi di kawasan ini.
Sejarawan Muslim terkemuka, al-Muqadisi, melukiskan, banyak anggota masyarakat di Suriah terlibat dalam bidang sutra, baik sebagai pemilik lahan atau pabrik, pekerja kebun, maupun penenun.
Lahan di kawasan ini didominasi oleh ladang pohon arbei, banyak pula bazar untuk jual beli sutra serta kain lainnya,” ujar al-Muqadisi seperti dikutip dari buku Daily Life in Medieval Islamic World.
Sementara itu, pengembara Muslim legendaris, Sulayman al Tajir, pada abad ke-3 Hijriah, menjelaskan hubungan maritim bangsa Arab dan Persia, dengan India serta Cina. Tulang punggung hubungan ini, kata al-Tajir, adalah sutra.
Wilayah lain yang maju pesat berkat sutra adalah Edirne, Hereke, Bilecik, dan Aleppo. Kuffah juga menghasilkan sutra, termasuk sutra untuk penutup kepala yang disebut kufiyah.
Tustar serta Sousa di Kuzistan juga kondang dengan produksi gorden yang terbuat dari tenunan sutra (khazz). Umat Muslim pun telah berhasil menguasai berbagai teknik pembuatan ataupun hiasan kain sutra.
Pada abad ke-10 hingga 12, penenun di Iran dan Mesopotamia menghasilkan sutra dengan aneka motif dan dekorasi. Salah satunya, sutra yang disulam dengan bentuk kaligrafi (tiraz) atau berhias benang emas. Motif bergambar binatang dan bunga pun banyak digunakan.
Desain hiasan kain sutra kerap berdasarkan kolom geometri sehingga ukuran setiap gambar sangat presisi. Ini bisa dilihat di kain sutra yang dibuat pada masa pemerintahan Zandaniji II dari Persia pada abad ke-9.
Para perajin dan penenun di Mesir turut berinovasi. Mereka memberikan kontribusi penting dengan mengenalkan teknik produksi, pewarnaan, serta ornamen yang terbilang maju. Ketika itu sudah dikembangkan pembuatan sutra dengan teknik penempelan lilin pada kain, baik secara tulis, cap, maupun kuas.
Lilin berfungsi sebagai penutup terhadap warna yang akan diberikan pada kain. Sedangkan metode pemberian warna diakukan dengan teknik celup. Oleh umat Muslim, pemberian warna tersebut dilakukan tanpa melalui proses pemanasan.
Produksi paling terkenal adalah jenis sutra kuning yang dibuat pada abad ke-13. Sutra brokat termasuk yang populer dan sanggup dibuat umat Muslim di Mesir, Suriah, dan Persia. Kain ini sangat indah, terutama karena dihiasi mozaik benang warna-warni serta disulam dengan desain yang rumit.
Sumber: Pusat Data Republika