Rabu 21 Oct 2015 06:15 WIB

Jalur Pendakian Gunung Lawu Ditutup

Rep: Edy Setiyoko/ Red: Angga Indrawan
Pendaki melintas kawasan hutan yang telah terbakar di sekitar Puncak Gunung Lawu.
Foto: Antara
Pendaki melintas kawasan hutan yang telah terbakar di sekitar Puncak Gunung Lawu.

REPUBLIKA.CO.ID, KARANGANYAR -- Bencana kebakaran hutan Gunung Lawu meluas. Titik api yang semula hanya berada di jalur pendakian Cemoro Sewu wilayah Kabupaten Magetan Jawa, Timur, kini mulai merembet kawasan hutan wilayah Kecamatan Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.

"Informasi terakhir yang kami terima, rembetan api sudah memasuki hutan wilayah Kabupaten Karanganyar, Jateng," kata Arif Nurjati, Asisten Perhutani Bagian Kesatuan Pemangku Hutan (BKPH) Lawu Utara, Rabu (21/10).

Kobaran api cepat merembet karena terbantu terpaan angin kencang. Di samping itu, juga lantaran kondisi semak dan kayu hutan kering, sehingga sangat mudah terbakar. Bencana kebakaran hutan yang mengakibatkan enam pendaki tewas, karena terjebak api, langsung diantisipasi relawan Anak Gunung Lawu (AGL). Meski yang terbakar di sekitar Pos 4 dan Pos 5 jalur pendakian Cemoro Sewu, Magetan, Jatim. Namun, kini jalur pendakian Cemoro Kandang di Karanganyar juga ditutup.

"Memang, untuk sementara ditutup karena kemungkinan pendaki yang naik dari Cemoro Kandang turun di Cemoro Sewu juga banyak," kata Budi Santoso, relawan AGL.

Relawan komunitas AGL berjaga di Pos Cemoro Kandang. Ini lantaran masih cukup banyak pendaki yang naik dari jalur Cemoro Kandang. Ada 800-an orang yang naik dari sini. Sejauh ini, tidak ada laporan kecelakaan yang dialami pendaki dari jalur ini.

Sementara itu, tim pemadam kebakaran hutan terdiri dari relawan Anak Gunung Lawu (AGL), petugas TNI, Polri, BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah), dan kelompok masyarakat pecinta hutan, diterjunkan. Pihaknya telah menerjunkan sejumlah personel untuk naik dan mendekati titik api. Tim yang diterjunkan diinstruksi agar kebakaran yang terjadi tidak semakin meluas.

Seperti diketahui, model pemadaman yang diterapkan dari dulu, hingga sekarang, secara manual. Gepyok. Personil hanya menggunakan dahan daun basah untuk mematikan kobaran api. Atau dengan cara melokalisir areal dengan membuat parit.

Pemadaman tidak menggunakan air, karena didalam hutan sana tidak ada sumber mata air. Jika ada, tidak mungkin dilakukan lantaran lokasi sulit dijangkau. Areal banyak jurang dan tebing. Kondisi ini yang menyulitkan petugas memadamkan api.

Selain itu, petugas tersebut juga membantu pendaki yang masih tersisa terjebak diatas untuk segera turun ke pos pendakian. Hal itu dilakukan untuk meminimalisasi adanya hal-hal yang tidak diinginkan kembali terjadi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement