REPUBLIKA.CO.ID, ROTTERDAM -- Datang ke Belanda sebagai pengungsi, walikota Muslim pertama Rotterdam menawarkan pencari suaka penampungan dan harapan. Hal itu seiring datangnya para pengungsi yang memicu ketegangan di sejumlah negara Eropa.
"Saya tidak memiliki resep. Saya memiliki pengalaman saya sendiri, dan saya memiliki kebijakan saya di kota saya," kata Walikota Rotterdam Ahmed Aboutaleb, Selasa (20/10), seperti dilansir On Islam.
Lahir di Beni Sidel, Maroko, pada tahun 1961, Aboutaleb pindah ke Belanda pada usia 15 tahun. Aboutaleb memimpin Rotterdam, kemudi pelabuhan terbesar Eropa pada Januari 2009.
Kesuksesan di Rotterdam, rumah bagi lebih dari 600.000 orang dari 170 kebangsaan, telah mengubahnya menjadi bintang dari Partai Buruh, yang mungkin akan mengantarkannya menjadi Perdana Menteri.
Dengan meningkatnya arus pengungsi ke Eropa, Belanda diharapkan menjadi tuan rumah hingga 60.000 pengungsi pada akhir tahun. "Saya telah mengalami tidur tanpa makanan, berjalan tanpa sepatu, saya tahu bagaimana rasanya. Hidup di luar, dingin dan Anda tidak memiliki mantel, saya tahu bagaimana itu," ujar Aboutaleb.
Ia sempat ragu dapatkah ia menguasai bahasa Belanda atau memahami orang-orang Belanda. "Saya pergi ke tempat tidur dan menangis selama tahun-tahun. Bukan hal yang mudah untuk beradaptasi," kata Abouteleb.
Pengalamannya semasa remaja membuatnya bersikeras untuk tidak membiarkan para pencari suaka untuk tidur di jalan. Filosofi yang ia pakai adalah pemikiran dasar tentang kemanusiaan.
Rotterdam sendiri pernah menjadi kota yang menolak keras imigran dengan Gerakan Anti Imigran Nasional. Ketegangan mereda di Rotterdam sejak populis politisi sayap kanan Pim Fortuyn dibunuh, pada Mei 2002.