REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus humanitas yang menyinggung isu agama sedang marak terjadi di Indonesia. Pada hari raya Idul Fitri 1436 H lalu terjadi kasus pembakaran masjid di Tolikara, Papua. Sedangkan, pada tahun baru Islam 1437 H terjadi pembakaran gereja di Singkil, Aceh.
Kendati demikian, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menilai, dalam proses penindakan hukumnya seperti terdapat perbedaan antara kedua kasus tersebut. "Jangan sampai kasus Aceh Singkil ini diproses, sedangkan kasus Tolikara dihentikan. Kami juga menginginkan kasus Aceh Singkil diproses, namun kami juga berharap kasus Tolikara ditindak hukum secara adil, seperti pengusutan kasus Aceh Singkil ini," kata Ketua Umum MUI Ma'ruf Amin, Kamis (22/10).
Dia menjelaskan, MUI sudah mengirimkan Tim Pencari Fakta (TPF) ke Tolikara untuk mengungkap dan melakukan verifikasi tentang kasus tersebut di lapangan. Menurut dia, TPF yang dikirimkan MUI tersebut sudah mendapatkan banyak data, dan kini datanya sudah diberikan kepada presiden Joko Widodo.
Hal tersebut dilakukan agar pemerintah mau menindak tegas secara hukum berkeadilan terhadap kasus Tolikara tersebut. Selain itu, dia mengaku juga akan mengirimkan TPF ke Aceh Singkil dengan tujuan yang sama yaitu mencari fakta-fakta terkait kasus yang terjadi di sana.
Dengan begitu dia menegaskan bahwa MUI tidak pernah melakukan tebang pilih ketika ingin mengusut suatu kasus. Harapannya, semua kasus yang terjadi di Indonesia dapat diproses hukum secara berkeadilan.
Jika terdapat beberapa kelompok LSM yang menggugat Komnasham untuk meminta kasus Tolikara diselesaikan secara hukum adat, menurut dia tidak adil. Karena baginya Komnasham sudah mendapatkan bukti-bukti kejahatan hukum yang sesuai dengan kondisi di lapangan.
"Komnas HAM menilai sesuai dengan fakta yang ada, mereka memberikan laporan dari apa yang mereka lihat dan faktual. Ya itu benar," ujarnya melanjutkan.