REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Wali Kota Surabaya yang juga kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Jawa Timur. PDIP akan menghormati penetapan tersangka calon Walikota Surabaya yang diusungnya itu.
Namun, Ketua Bidang Kehormatan PDIP, Komaruddin Watubun menilai, penetapan tersangka Risma bernuansa politis. "Kalau itu hanya ditetapkan dari Bulan Mei, sekarang diumumkan publik itu penuh dengan nuansa politiknya," tegasnya, Jumat (23/10).
Komaruddin menambahkan, nuansa politis itu terlihat dari penetapan sebagai tersangka sejak Mei lalu sampai Oktober ini baru diumumkan publik.
Terbukanya status tersangka ini mendekati jelang pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak 9 Desember nanti. Seharusnya, sejak ditetapkan sebagai tersangka, saat itu juga diumumkan ke publik.
Bukan setelah pengumuman calon kepala daerah. PDIP, imbuh dia, akan tetap mengikuti aturan hukum yang berlaku. Saat ini status sebagai tersangka ini hanya diketahui lewat media massa, belum menjadi pernyataan resmi pihak Polda Jatim.
Namun, PDIP berharap, aturan hukum tidak dicampur adukkan dengan persoalan politik. Sebab, sebagai calon Walikota Surabaya yang diusung PDIP, Risma menjadi kandidat terkuat untuk kembali memimpin Surabaya.
"Itu cara-cara mengalahkan PDIP," ucapnya.
Sebelumnya, penetapan tersangka Tri Rismaharini oleh Polda Jatim terungkap dari berkas Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang dikirim Polda Jatim ke Kejaksaan Tinggi Jatim.
Nama Risma sebagai tersangka tertera dalam SPDP Nomor B/415/V/15/Reskrimum. Penetapan Risma sebagai tersangka sejak 28 Mei lalu. Risma ditetapkan sebagai tersangka terkait penampungan sementara di sekeliling Pasar Turi.