REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG -- Lembaga Bantuan Hukum Bandar Lampung mengecam tindakan oknum polisi Polsek Biha Lampung Barat yang diduga telah menyiksa Tamuzi (38 tahun) yang disangka terkait kematian gajah Yongki, hingga korban mengalami koma dan akhirnya meninggal dunia.
Menurut Kepala Divisi Hak Sipil dan Politik LBH Bandar Lampung Ajie Surya Prawira Negara, didampingi advokat publik LBH Hanafi Sampurna bersama Direktur LBH Bandar Lampung Wahrul Fauzi Silalahi, di Bandar Lampung, Ahad (25/10), Tarmuzi yang sebelumnya mengalami koma diduga akibat mengalami penyiksaan oleh sejumlah oknum anggota Polsek Biha di Mapolsek Biha Kabupaten Pesisir Barat Provinsi Lampung akhirnya meninggal dunia pada Jumat (23/10).
Keluarga Tarmuzi, istri dan orang tuanya, beserta keluarga Suparto, kemudian mengadukan permasalahan itu ke LBH Bandar Lampung. Ajie menuturkan, Tarmuzi dan Suparto telah ditangkap oleh aparat Polsek Biha tanpa adanya surat penangkapan maupun penahanan, lalu dituduh terlibat pembunuhan gajah Yongki tanpa dasar dan alat bukti yang kuat pada Rabu (14/10).
Menurut dia, Tarmuzi dan Suparto yang diinterogasi di ruangan terpisah di Mapolsek Biha, diduga mengalami siksaan oleh oknum anggota Polsek Biha, agar dia bersedia mengaku terlibat dalam pembunuhan gajah Yongki.
Dalam kasus ini, LBH Bandar Lampung menyatakan sikap, mengecam tindakan sejumlah oknum Polsek Biha yang menyiksa Tarmuzi sehingga berakibat meninggal dunia, dan Suparto yang mengalami luka-luka dan trauma berat.
"Penyiksaan terhadap Tarmuzi dan Suparto oleh sejumlah oknum anggota Polsek Biha itu bukan hanya merupakan tindak pidana justru telah dilakukan oleh polisi, melainkan merupakan pelanggaran hak asasi manusia sebagaimana diatur dalam pasal 33 ayat 1 dan pasal 34 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, dan UU Nomor 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia," ujar Ajie.