Ahad 25 Oct 2015 15:38 WIB

Sekolah Anak Kita

Red: Damanhuri Zuhri
Ratusan pelajar beserta guru Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) AL-Islam Kudus menggelar Salat Istisqo di halaman sekolah di Kudus, Jawa Tengah, Sabtu (17/10). (Antara/Yusuf Nugroho)
Ratusan pelajar beserta guru Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) AL-Islam Kudus menggelar Salat Istisqo di halaman sekolah di Kudus, Jawa Tengah, Sabtu (17/10). (Antara/Yusuf Nugroho)

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ustaz Hasan Basri Tanjung, MA.*

Pilu rasanya hati melihat kenyataan yang menimpa anak-anak kita belakangan ini. Peristiwa kekerasan dan pelecehan seksual seakan menjadi rangkaian mata rantai yang belum juga bisa diakhiri.

Sebahagian anak mengalami nasib yang malang karena dianiaya orang tuanya sendiri. Begitu pula seorang anak SD menganiaya temannya hingga tewas. Hingga seorang gadis kecil ditemukan tewas di dalam kardus setelah mengalami kekerasan seksual.  

Sejatinya, anak-anak (al-banuun) adalah perhiasan hidup dunia yang menyenangkan hati orang tua. Mereka dilahirkan bersih, jujur dan tiada nista, fitrah dan selalu condong kepada kebaikan (HR. Bukhari).

Anak kecil selalu tampil apa adanya, lucu, polos dan tanpa basa basi, sehingga kehadadiran mereka selalu dinanti dan dirindukan dalam keluarga (QS.3:14,18:46).

Ikhtiar dan doa kedua orang tua, anak akan menjadi pribadi shaleh yang menyejukkan pandangan mata dan penyejuk mata. Namun, jika pembelajaran yang mereka terima buruk, anak pun bisa menjadi musuh (‘aduwwun) dan ujian yang memilukan (fitnah) bagi orang tuannya (QS.64:14-15).

Anak belajar dari kehidupan, sehingga mereka adalah produk masa yang dilaluinya. Oleh karena itu, Kita wajib menyediakan tempat-tempat belajar (sekolah) terbaik bagi mereka.

Ada empat sekolah yang membentuk kepribadian anak yaitu: Pertama; Keluarga. Sekolah pertama bagi anak adalah keluarga. Dalam sebuah keluarga dibangun tata sosial dan etika seorang anak. Ayah dan ibu menjadi guru utama untuk menanamkan akidah tauhid, syariat dan akhlak (QS.2:132-133,31:13-19). 

Sikap, kata dan perbuatan orang tua menjadi model dan rujukan utama bagi anak (kurikulum). Dr M Nasih Ulwan dalam buku Pendidikan Anak dalam Islam menyebutkan keluarga menjadi wadah menanam akidah pohon tauhid dan syariat dengan keteladan, pembiasaan akhlak karimah serta nasehat yang baik.

Lalu proses itu dikawal dengan pengawasan maksimal agar tumbuh menjadi pohon yang baik (syajaratun thayyibah).    

Kedua; Lembaga Pendidikan. Sekolah kedua bagi anak adalah lembaga pendidikan (sekolah). Sekolah menjadi rumah kedua bagi anak, di mana tata sosial dibangun lebih terbuka. Sekolah harus menjadi komunitas baru yang aman dan nyaman, agar anak bisa tumbuh secara normal bersama teman sebayanya.

Guru layaknya orang tua kedua bagi anak. Kurikulum yang baik akan membantu keluarga dalam pembiasaan sikap, kata dan perilaku anak. Jangan sampai sekolah menjadi tempat yang menakutkan dan terjadi kekerasan (bullying) dari guru dan temannya.

Orang tua wajib memilih sekolah terbaik bukan termahal, yakni sekolah yang mengajarkan akidah yang lurus (tauhid), syariat yang benar dan akhlak yang baik.  

Ketiga; Lingkungan. Sekolah ketiga bagi anak adalah lingkungan. Lingkungan sosial paling besar pegaruhnya yakni kerabat, tetangga, teman sebaya, publik figur, tokoh masyarakat, pejabat negara dan lain-lain. 

Kejahatan, kekerasan dan penyimpangan seksual, seringkali dilakukan oleh orang dekat dan dikenal. Orang tua harus memastikan anak pergi dengan siapa, dimana, main apa dan berapa lama. Anak juga bisa belajar dari lingkungan alam sekitarnya.

Jika alam masih terjaga, air sungai mengalir bersih, udara sehat, pepohonan hijau dan bunga-bunga harum mekar, akan berdampak positif pada diri anak.

Namun sebaliknya, jika alam rusak, hutan ditebang dan dibakar, polusi udara, asap kabut dan hewan yang mati, juga akan buruk bagi anak. Untuk itu, wajib bagi kita menjaga kelestarian alam semesta sebagai sekolah buat anak-anak masa depan. (QS.2.30,11:61).

 

Keempat; Media. Sekolah keempat adalah media massa (cetak, elektronik dan on line), media sosial (fb, twitter, histagram), dan media komunikasi (HP, Gadget, Tab). 

Dampak buruk siaran TV, internet, game on-line, PS dan HP begitu nyata. Pornografi dan pornoaksi begitu mudah diakses. Tayangan TV yang tidak mendidik dan HP yang merenggangkan hubungan keluarga. Warnet menjadi sekolah buruk yang bertebaran 24 jam.

Anak pun bisa menjadi pribadi yang lemah, malas  dan pesimis (QS.4:9) Tidak ada kata lain, kecuali kita harus hijrah berjamaah dari kemaksiatan, kezaliman, ketidakpedulian, kepura-kepuraan (ad-dzulumat) menuju ketaatan, keadilan, kepedulian, kejujuran (an-nuur). Kembali kepada keluarga dengan kasih sayang.  Allahu a’lam bish-shawab.

*(Ketua Yayasan Dinamika Umat/Dosen Unida Bogor)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement