Ahad 25 Oct 2015 21:05 WIB

Kualitas Udara Sangat Berbahaya, Peneliti Heran Pemerintah Masih Diam

Rep: C07/ Red: Ilham
Suasana Kota Medan yang diselimuti kabut asap.
Foto: ANTARA FOTO/Septianda Perdana
Suasana Kota Medan yang diselimuti kabut asap.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Center for Information and Development Studies (Cides), Rudi Wahyono mengatakan, kualitas udara di Sumatera dan Kalimantan sudah sangat berbahaya akibat kabut asap dampak dari kebakaran hutan dan lahan.

"Sumatera Selatan, Jambi atau Kalimantan Tengah sudah sangat berbahaya, karena itu NASA sangat khawatir. Tapi kenapa BMKG diam saja," kata Rudi kepada Republika,co.id, Ahad (25/10).

Rudi menjelaskan, dampak bencana kabut asap di Sumatera dan Kalimantan menyebabkan  meningkatnya produksi karbondioksida dan monoksida di atas ambang batas. Karbondioksida memiliki pengaruh menambah panas suhu lingkungan karena termasuk gas rumah kaca.

Sedangkan gas karbonmooksida menyebabkan mati lemas karena karbonmooksida akan lebih mudah terikat dengan hemoglobin sehingga sel-sel mati lemas kekurangan oksigen.

Perlu diketahui ambang batas karbonmonoksida di udara adalah 35.000 part pe billion (ppb) atau 35 part pe million (ppm) selama satu jam atau 9000 ppb atau 9 ppm selama 8 jam. Sementara, berdasarkan satelit mopitt NASA konsentrasi gas karbonmonoksida di Sumatera Selatan mencapai 12000 ppb lebih.

"Konsentrasi ini cukup membunuh satu kawasan yang terpapar selama 8 jam. Coba bayangkan bila tersedot pesawat bisa-bisa satu pesawat tewas semua," ucapnya.

Gas karbonmonoksida, sambung dia, sangat berisiko untuk anak, penderita anemia, kurang gizi, penderita sakit paru, dan jantung serta bayi.

Saat ini, perilaku gas karbonmonooksida dari satelit menunjukkan kian meninggi pada malam hari dan rendah di siang hari yang diganti oleh pencemar sekunder sebagai hasil reaksi pencemar primer karbonmonoksida dengan sinar matahari.

"Jadi pada siang hari gas pollutan sekunder SOx, NOx dan ozon meningkat tajam karena ada sinar matahari," jelasnya.

Rudi berkata, untuk meminimalisir paparan udara yang berbahaya tersebut adalah dengan menggunakan air atau hujan. Jika diperlukan, diadakan evakuasi pada saat pergantian matahari, yaitu pada waktu antara ashar dan subuh. Selain itu, warga juga diharapkan menggunakan masker yang dilengkapi pemurni gas oksigen.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement