REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Gubernur Bali I Made Mangku Pastika untuk kesekian kalinya mempertanyakan kelanjutan Kartu Sakti Presiden Joko Widodo. Pastika mengatakan dirinya tak tahu menahu dengan nasib kartu untuk masyarakat kurang mampu tersebut karena pusat tidak melibatkan pemerintah daerah.
"Distribusinya kan dari pusat langsung. Pemerintah provinsi tidak tahu menahu. Selama ini di Bali belum ada yang bertanya karena memang kita sudah punya kartu Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM)," kata Pastika di Denpasar, Senin (26/10).
Mantan Kapolda Bali ini menambahkan dia sudah memerintahkan jajarannya untuk menindaklanjuti realisasi program ini di Bali, terutama kepada Kepala Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, dan Dinas Sosial. Kartu Sakti terdiri dari Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Indonesia Sehat (KIS), dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS).
Alasannya mencari tahu, kata Pastika, untuk meminimalisasi program serupa yang juga dilaksanakan oleh pemerintah provinsi. Pastika mencontohkan, jika pemerintah pusat sudah membagikan KIP, maka anggaran beasiswa untuk pelajar dan mahasiswa miskin dari pemerintah provinsi yang mencapai Rp 140 miliar per tahun bisa dialihkan untuk lainnya.
"Dana sebesar itu kan bisa kita alihkan untuk pemberdayaan masyarakat," kata Pastika.
Presiden Jokowi Agustus lalu membagikan 2.364 kartu sakti kepada warga dan pelajar di Desa Tulikup, Kabupaten Gianyar. Kartu sakti itu terdiri atas 1.565 KIS, 375 KKS, 393 KIP, dan 31 Kartu Asistensi Sosial untuk Penderita Distabilitas Berat (ASPDP).
Kepala Dinas Sosial Provinsi Bali, I Nyoman Wenten mengatakan pihaknya saat ini masih menunggu pembagian kartu sakti dari pemerintah pusat ke daerah. Informasi terakhir yang ia peroleh mengatakan bahwa pusat masih melakukan verifikasi data penerima.
Berdasarkan data Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan Indonesia (TNP2KI), ada 150.086 kepala keluarga (KK) yang akan menjadi rumah tangga sasaran dari kartu sakti ini di Bali. Data tersebut diperoleh berdasarkan Kartu Perlindungan Sosial (KPS) 2013 yang diterbitkan pemerintah sebelumnya sebagai penanda rumah tangga miskin.