REPUBLIKA.CO.ID, Saking bencinya publik dengan kasus pedofilia dan kejahatan seksual yang terjadi di tanah air, sekelompok pihak mengusulkan hukuman kebiri atau kastrasi bagi pelakunya. Ide ini terbit dari Komisi Perlindungan anak Indonesia (KPAI), Kementerian Sosial, Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Pendidikan Nasional.
Pengebirian berdampak pada penghilangan dorongan seksual, sehingga para pedofil bisa dicegah untuk memangsa korban baru. Dalam dunia medis, pengebirian dilakukan dengan dua cara; pembedahan dan suntikan kimiawi.
Kebiri dengan pembedahan yakni pengangkatan (amputasi) testis sebagai tempat produksi hormon testosteron. Cara ini sudah ditinggalkan di dunia modern karena dianggap menentang HAM. Sedangkan cara kedua dengan menyuntikkan cairan kimiawi yang memusnahkan libido seksualnya.
Kedua model kebiri ini sama-sama melumpuhkan fungsi organ vital laki-laki dalam hal seksualitas. Namun untuk jenis suntikan kimiawi, ada yang hanya bersifat sementara dan bisa pulih kembali.
Hukuman kebiri bagi pemerkosa sebenarnya sudah diterapkan di beberapa negara. Di Korea Selatan, misalnya. Di samping menjalani hukuman kurungan (penjara), terpidana kasus pemerkosaan juga dikebiri secara kimia.
Hal yang sama juga diterapkan di Inggris, Republik Ceko, Polandia, Swedia, Denmark, Jerman, dan beberapa negara bagian Amerika Serikat. Selain negara-negara yang sudah menerapkan, ada pula negara yang masih memperbincangkan jenis hukuman kebiri ini.
Di antaranya; Turki, India, dan saat ini Indonesia. Namun bolehkah hukuman kebiri ini dalam syariat Islam? Mengingat Indonesia berpenduduk mayoritas umat Islam, tentu harus mengkaji hukuman ini dari segi syariatnya.