REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bursa Efek Indonesia (BEI) menegaskan tak ada aturan yang melarang PT Freeport Indonesia untuk melakukan penawaran umum perdana saham (IPO) di bursa. Sejauh ini BEI masih terus mengimbau agar Freeport mau mencatatkan (listing) sahamnya di bursa.
"Aturan dari kami perusahaan apapun bisa selama legal," tegas Direktur Utama BEI, Tito Sulistio, di Gedung BEI, Jakarta (28/10).
Ia menambahkan, bahkan dalam aturan perjanjian antara pemerintah dan Freeport pada 2001 pun memungkinkan hal itu terjadi. "Saya mengimbau karena aturannya tidak melarang," lanjutnya lagi.
Menurutnya, saham freeport bisa dibeli oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah. Baru kemudian dijual kembali ke pasar modal. Cara lainnya, yaitu dengan dibeli oleh perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
"Kalau BUMN nanti hanya BUMN (yang memiliki saham Freeport-red), tapi kalau Taspen, Asabri, BPJS itu kan nanti rakyat semua yang menikmati," jelasnya.
Menanggapi kekhawatiran banyak pihak soal kepemilikan investor asing bila Freeport melantai di bursa, Tito kembali menyatakan, BEI bisa membuat aturan keberpihakan. Aturan ini nantinya akan membuat saham perusahaan tambang raksasa asal Amerika Serikat itu dimiliki oleh investor domestik saja.
"Bisa. Malaysia mengatakan IPO 30 persennya pribumi, bisa. Di Cezka juga pernah lakukan itu. Bisa dan sistem kita, sistem internal kliring KSEI KPEI memungkinkan batasi asing beli," tuturnya.
Ia bahkan mengatakan, untuk membuat aturan baru ini tidak akan membutuhkan waktu yang lama. Apalagi jika ada permintaan khusus semacam ini.