REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ada beberapa hal penting yang menyebabkan pemerintah seolah terlihat gagap menangani bencana kebakaran hutan dan lahan yang sedang terjadi. Pemerintahan Jokowi-JK masih tergolong baru mengingat usianya yang baru menginjak satu tahun.
"Pejabat yang berwenang, selain masih baru juga belum terbiasa menangani kondisi yang bersifat tidak dapat dinalar (chaotic)," ujar pengamat lingkungan dan kehutanan, Ricky Avenzora kepada Republika.co.id.
Ada juga tingkah laku mencari aman dan mencari panggung yang dilakukan pejabat agar tidak dianggap punya rapor merah. Meski begitu, penunjukan Luhut Pandjaitan sebagai komandan penanganan kebakaran dinilai sudah tepat dan sudah mengindikasikan semakin baiknya wawasan krisis yang dimiliki oleh pemerintah.
"Namun sayangnya, dari berbagai pemberitaan mengenai pola tindakan yang ada menunjukan bahwa rencana tindak pemerintah belum terpetakan dan terukur secara holistik dan terencana," katanya.
Ricky menyebut Presiden nampaknya perlu diyakinkan bahwa beliau tidak usah takut dengan tekanan para 'pahlawan lingkungan' yang hipokrit. Sebagai Sarjana Kehutanan, tentunya Jokowi sudah sangat paham bahwa pertentangan antara konsep anthropo-centris dan eco-centris sudah sejak puluhan tahun lalu diselesaikan oleh Teori Gaia.
"Atas hal itu, alangkah menyejukannya jika beliau tidak mengeluarkan titah-titah yang terlalu memanjakan pemikiran para 'pahlawan lingkungan' yang hipokrit," ucapnya.
Ketua Program Studi Pascasarjana Manajemen Ekowisata dan Jasa Lingkungan Fakultas Kehutanan IPB ini mengatakan pihaknya tidak sependapat dengan pemakaian terminologi genosida di balik bencana kebakaran hutan.
Pasalnya istilah tersebut hiperbolis dan masih perlu dibuktikan lebih lanjut. Namun bencana asap yang sedang melanda sekarang ini sudah tidak bisa dikategorikan sebagai bencana alam seperti tahun-tahun sebelumnya.
"Terlalu banyak indikasi yang menunjukan bahwa kejadian ini sudah mengandung bencana luar biasa yang perlu dicari tahu dan segera tangkap para pelakunya," jelasnya lagi.
Pola dinamika kejadian yang ada sudah sangat kuat mengindikasikan adanya kejahatan teroganisir. Tujuannya bukan hanya untuk menghancurkan perekonomian bangsa, melainkan bisa diprediksikan berujung pada tindakan subversif untuk meruntuhkan eksistensi berbangsa dan bernegara.