REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Mantan Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat Soemadi D.M. Brotodiningrat menilai pemerintah kurang memprioritaskan diplomasi budaya, padahal Indonesia memiliki potensi tinggi dalam hal kebudayaan.
"Sejak saya aktif bekerja di Kementerian Luar Negeri hingga saat ini, upaya untuk memprioritaskan diplomasi budaya masih rendah," ujarnya dalam sebuah diskusi di Pusat Kebudayaan AS, @america, di Jakarta, Rabu (28/10) malam.
Oleh karena itu, kata dia, setiap duta besar harus pandai berimprovisasi untuk menggiatkan diplomasi budaya.
Menurut Soemadi, yang paling penting dalam membangun diplomasi budaya Indonesia-AS, yakni melalui pendidikan, baik itu formal maupun informal, melalui pertukaran budaya dan pertunjukan.
Namun, ada beberapa tantangan yang disorotinya meliputi biaya, penguasaan bahasa Inggris, dan perbedaan sistem pendidikan yang terkadang menyulitkan warga Indonesia yang ingin belajar budaya AS.
"Diplomasi budaya memang sangat efektif, tetapi butuh banyak biaya," tutur Duta Besar untuk Jepang dan Mikronesia periode 1998--2002 itu.
Untuk bisa sukses melakukan diplomasi budaya, kata dia, seseorang harus bisa menjadi agen pluralisme positif.
"Anda harus belajar menghargai budaya lokal di mana Anda berada dan pada saat yang sama Anda juga harus secara proaktif menunjukkan keindonesiaan Anda agar bisa dihargai oleh masyarakat setempat," tutur pria yang menamatkan pendidikan sarjana dalam bidang diplomasi dari Universitas Gajah Mada pada tahun 1965 itu.
Selain lewat pendidikan, Soemadi juga memandang pentingnya diplomasi budaya melalui ekonomi kreatif karena relatif banyak orang menilainya bukan lagi sebagai komersialisasi atau politisasi budaya.
"Dahulu ketika orang memperoleh uang dari eksplorasi budaya, mereka akan dibenci. Akan tetapi, kini kombinasi budaya dan ekonomi dengan konsep 'ekonomi kreatif' tampaknya lebih bisa diterima banyak pihak. Fenomena ini harus terus dikembangkan," tuturnya.
Dalam kesempatan yang sama, mantan Wakil Menteri Luar Negeri Dino Patti Djalal juga menegaskan bahwa budaya adalah sarana terbaik untuk membangun diplomasi.
"Diplomasi itu tentang menarik perhatian orang lain, bagaimana membuat orang menyukai Anda. Banyak cara untuk melakukannya. Namun, budaya adalah cara terbaik untuk mengambil hati orang, membuat mereka paham siapa diri Anda, dan segala hal tentang Indonesia," tuturnya.