Kamis 29 Oct 2015 15:02 WIB

Survei LSI: Jokowi Butuh Menteri Utama

Rep: Eko Supriyadi/ Red: Angga Indrawan
Presiden Joko Widodo bersiap memimpin Rapat Terbatas bersama Menteri Kabinet Kerja bidang Ekonomi membahas kebijakan pemangkasan izin ivestasi sebagai implementasi Paket Kebijakan Ekonomi II di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Kamis (1/10).
Foto: Antara/Yudhi Mahatma
Presiden Joko Widodo bersiap memimpin Rapat Terbatas bersama Menteri Kabinet Kerja bidang Ekonomi membahas kebijakan pemangkasan izin ivestasi sebagai implementasi Paket Kebijakan Ekonomi II di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Kamis (1/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lingkaran Survei Indonesia (LSI) baru-baru ini melakukan survei terkait dengan capaian satu tahun pemerintah Jokowi-JK. Dalam survei tersebut, LSI mengungkapkan, mayoritas publik yaitu sebanyak 64,63 persen menyatakan bahwa Jokowi memerlukan sejenis Menteri Utama. Jabatan dibutuhkan agar kinerja pemerintahan lebih baik.

"Yang dimaksud menteri utama adalah orang yang dipercaya Jokowi untuk membantunya mengelola pemerintahan atau menjadi operator pemerintah," kata Peneliti LSI, Dewi Arum, dalam konferensi persnya di Kantor LSI, Rawamangun, Jakarta, Kamis (29/10).

Dewi menjelaskan, publik merespons positif isu menteri utama karena alasan peningkatan kinerja pemerintah. Meskipun secara hukum ketatanegaraan, menteri utama masih bisa diperdebatkan. Hanya sebesar 31,71 persen publik yang menyatakan tidak setuju dengan adanya menteri utama tersebut.

"Namun survei ini menunjukan bahwa publik melegitimasi jabatan itu, sebagai solusi memperkuat pemerintah," ujarnya.

Dukungan terhadap keberadaan menteri utama, kata Dewi, merata di semua segmen masyarakat, baik mereka yang tinggal di perdesaan maupun perkotaan. Masyarakat yang berpendidikan rendah maupun berpendidikan tinggi. Mereka yang wong cilik maupun yang berekonomi mapan, lanjutnya, juga mendukung adanya menteri utama dalam Kabinet Kerja Jokowi.

Dewi memaparkan sejumlah alasan yang mendasari dukungan publik terhadap wacana menteri utama tersebut. Alasan pertama, merosotnya kepuasan terhadap kinerja pemerintahan Jokowi di tahun pertamanya, terutama di bidang ekonomi, hukum, politik dan sosial. Hanya bidang keamanan yang dianggap cukup memuaskan.

Mereka yang puas dibidang ekonomi hanya sebesar 29,79 persen, hukum 47,22 persen, politik 43,75 persen, sosial 48,39 persen, dan keamanan 53,85 persen. "Merosotnya kepuasan terhadap kinerja Jokowi secara umum maupun per sektor kehidupan ini membuat publik meyakini perlunya penguatan pemerintahan, salah satunya keberadaan menteri utama," jelas dia.

Alasan selanjutnya adalah memburuknya citra partai politik pendukung, yang disebabkan ditetapkannya mantan sekjen partai Nasdem, Rio Capella, Dewie Yasin Limpo dari Partai Hanura, serta Dewan penasehat Presiden, OC Kaligis terkait kasus suap bansos.

Ketiga, belum solidnya kementerian, yang diwarnai dengan perselisihan terbuka antara para pembantu presiden. Terakhir, bertele-telenya tragedi asap yang tidak kunjung selesai. "Keempat alasan itu yang mendasari pertimbangan publik untuk menyetujui adanya menteri utama dalam Kabinet Kerja Jokowi-JK," papar Dewi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement