Kamis 29 Oct 2015 22:44 WIB

Desakan Menindak Pembakar Hutan Jangan Diabaikan

 Mendagri Tjahjo Kumolo bersama Menkopolkuham Luhut Panjaitan melakukan konferensi pers terkait penanganan darurat asap di Graha BNPB, Jakarta, Rabu (28/10).  (Republika/Wihdan)
Mendagri Tjahjo Kumolo bersama Menkopolkuham Luhut Panjaitan melakukan konferensi pers terkait penanganan darurat asap di Graha BNPB, Jakarta, Rabu (28/10). (Republika/Wihdan)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kabut asap yang melanda sejumlah wilayah di Indonesia menjadi isu paling kuat yang disorot media lokal, nasional, dan internasional di antara isu besar lainnya. Indonesia Indicator (I2) mencatat, pemberitaan tentang kabut asap dalam kurun waktu 1 Januari hingga 27 Oktober 2015 mencapai 40.607 berita. Data tersebut berasal dari pemberitaan 617 media online baik lokal, nasional, maupun internasional.

"Kabut asap bukan sebuah bencana alam, melainkan karena kesengajaan (human intention), adalah simpulan dari persepsi yang disampaikan melalui media," ujar Direktur Komunikasi Indonesia Indicator (I2), Rustika Herlambang keterangan persnya, Kamis (29/10).

Pemberitaan mengenai kabut asap akibat tindakan sengaja ini mendapat ruang ekspose sebanyak 6.920 berita atau 18 persen dari seluruh pemberitaan. Hal ini diperkuat dengan keterangan BMKG bahwa hotspot ini murni terjadi karena purposefully inflicted atau man-made.

Selain itu, kata dia, gejala kabut asap terjadi dengan pola yang relatif tetap. Data media dalam empat tahun terakhir menunjukkan bahwa titik panas pada dasarnya sudah dapat dideteksi jauh-jauh hari, atau 6 bulan sebelum puncaknya pada September hingga Oktober.  

Pola asap, tegas Rustika, tidak hanya dari aspek waktu, melainkan dari aspek wilayah. Ia mengungkapkan, wilayah didih tertinggi ada di Sumatera, terutama Riau, Jambi, dan Sumsel. "Apa yang telah relatif terpola, secara logis dan teoritik, sangat bisa dikendalikan dan diantisipasi.  Sayangnya, soal mengantisipasi sering menjadi handicap.

Padahal, kata kunci antisipasi cukup mendapat ruang berita sekitar 3.890 berita. Ini artinya publik sejak awal telah memberikan alert kepada pemerintah," paparnya.

Tahun 2015, lanjut dia, pembakaran hutan dan bencana asap makin menyebar ke Sulawesi, Maluku hingga ke Papua. Ketiga wilayah terakhir ini, terutama  Papua, menjadi area panas baru di masa datang yang kemungkinan dampaknya tidak kalah serius. "Titik api sudah terdeteksi sejak Januari. Seruan antisipasi dan pencegahan sudah diserukan sejak awal. Tapi mengapa kobaran api dan pengabnya asap makin menjadi?," ungkap Rustika.

Perluasan hotspot yang luar biasa dan masif di berbagai wilayah-wilayah yang sebelumnya tidak pernah terpapar, kata Rustika, perlu diselidiki, apakah hal ini terjadi karena dampak  fenomena El Nino ataukah sebuah kesengajaan?

Indonesia Indicator mencatat volume berita bencana asap tahun ini melonjak sangat sekitar 400 persen dibandingkan tahun sebelumnya di bulan yang sama. Pada 2012, pemberitaan kabut asap hanya 669. Pada 2013 melonjak menjadi 1.256 berita dan 2014 menjadi 8.992 berita. Puncaknya, pada 2015 pemberitaan tentang kabut asap meroket hingga 39.648 berita.

"Indikasi ini bisa diposisikan sebagai sebuah anomali, bisa memperlihatkan banyak hal.  Dari sisi objektivitas berita, lonjakan terjadi karena perluasan terjadinya hotspot yang menjalar ke area baru seperti Sulawesi, Ambon, dan Papua.  Selain itu, pemberitaan tentang korban lebih besar porsinya dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya," tuturnya.

 

Sementara itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi figur yang paling banyak disebut di dalamnya. "Pemberitaan kepada Jokowi makin meningkat dalam dua bulan terakhir. Tercatat ada 4.526 berita tentang Jokowi dalam pemberitaan tentang kabut asap," paparnya.

Ia menilai dari sisi subjektivitas politik, lonjakan berita boleh jadi sebagai eskalasi untuk memberikan tekanan politik kepada Jokowi. Dengan merujuk pada fakta bahwa bencana asap karena tindakan sadar manusia, maka meluasnya hotspot hingga ke Papua bukan sebuah peristiwa kebetulan,  maka dikhawatirkan ada intensi politik tertentu dari pelaku.

Kesehatan warga, dunia penerbangan, dan pendidikan menjadi bidang yang paling terpukul oleh bencana asap ini. Ia menuturkan, kabut asap bukan lagi tentang bencana, melainkan crime against humanity mengingat sudah melahirkan banyak korban dan kerugian. Oleh karena, desakan untuk menindak pelaku pembakaran mencapai 7.619 berita tidak bisa diabaikan.

Rustika mengungkapkan, sebanyak 280. 627 cuitan di media sosial Twitter sepanjang Oktober,  ada emosi kemarahan, ketakutan, dan kesedihan terkait bencana kabut asap ini.  Akan tetapi, kata dia, secara umum publik melihat bencana asap ini tetap harus diwaspadai, diantisipasi agar tidak makin memburuk.  "Di tengah hujan kritik dan kecaman, publik linimasa masih menaruh kepercayaan bencana ini akan segera diatasi."

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini

Apa yang paling menarik bagi Anda tentang Singapura?

1 of 7
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement