Jumat 30 Oct 2015 10:40 WIB

Waxing Bulu Kaki demi Tampil Cantik, Bolehkah?

Rep: Hannan Putra/ Red: Hafidz Muftisany
Salon Muslimah
Foto: Prayogi/Republika
Salon Muslimah

REPUBLIKA.CO.ID,Definisi cantik bagi sebagian kalangan perempuan adalah jika memiliki kulit bebas bulu. Produk-produk kecantikan pun banyak menawarkan alat pencukur atau pencabut bulu (waxing). Namun bagaimanakah hukum fikihnya mencabut bulu yang tumbuh di kaki dengan tujuan untuk mempercantik diri?

Waxing sendiri sebenarnya disebut Islam sebagai sunah fitrah. Namun daerah yang diwaxing terkhusus secara spesifik di beberapa bagian tubuh saja. Sebagaimana dijelaskan dalam hadis dari Anas bin Malik RA, "Ada lima macam sunah fitrah, yaitu; khitan, mencukur bulu kemaluan, memotong kumis, memotong kuku, dan mencabut bulu ketiak." (HR Bukhari Muslim).

Jadi, bagian yang boleh diwaxing atau dicukur diantaranya; bulu kemaluan, bulu ketiak, dan kumis (bagi laki-laki). Demikian diterangkan Sayyid Sabiq dalam Fiqh Sunnahnya (1/34). Namun soal bulu kaki, para fuqaha (ahli fikih) masih berbeda pendapat tentang kebolehannya.

Akar perbedaan pendapat ulama tersebut karena deskripsi dari bulu kaki itu sendiri. Apakah qiyas dari bulu kaki ini lebih dekat kepada bulu ketiak dan bulu kemaluan, atau lebih dekat kepada bulu alis. Ulama yang mengelompokkan bulu kaki bisa diqiyaskan dengan bulu ketiak tentu memperbolehkannya. Sementara jika qiyasnya dekat kepada alis mata, maka hukumnya haram untuk dicabut atau dicukur.

Hal ini berdalil dengan hadis Rasulullah SAW, "Allah melaknat orang yang mencabut an-Nabishah (alis dan rambut-rambut sekitar wajah) dan orang yang meminta dicabut." (HR Muslim). Imam Nawawi memberi pengecualian kepada wanita yang tumbuh jenggot atau kumis di wajahnya menyerupai laki-laki. Maka yang demikian boleh baginya untuk mencabut. Demikian seperti diterangkan dalam Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim (14/106).

Para ulama yang tidak memperbolehkan waxing untuk bulu kaki juga berdalil dengan ayat Alquran soal mengubah ciptaan Allah SWT. Dalam firman-Nya disebutkan, "Dan akan aku suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka mengubahnya." (QS an-Nisa’ [4]: 119). Pendapat ini dipegang Mufti Arab Saudi Muhammad Salih al-Utsaimin.

Dalam buku Majmu’ah As’ilah Tahummu al-Usrah al-Muslimah karyanya disebutkan, bulu kaki termasuk ciptaan Allah SWT yang tak boleh diubah-ubah. Terkecuali, jika bulu betis dan paha wanita tersebut sangat lebat hingga menyerupai laki-laki. Ia membolehkan untuk mencabutnya litakhalluf (untuk berbeda) dengan laki-laki.

Soal proses waxing yang seperti ini, al-Utsaimin menegaskan agar wanita tersebut bisa melakukannya sendiri atau meminta bantuan suami. al-Utsaimin tak memperbolehkan bagi wanita untuk memakai jasa waxing dari salon-salon kecantikan.

Para ulama yang mengharamkan waxing untuk bulu kaki juga mengkaji akibat yang ditimbulkannya. Pelaku waxing pada bagian yang tidak tergolong sunah fitrah biasanya banyak terkena iritasi kulit dan kanker. Penyebabnya, polusi dan partikel partikel bebas di udara dan produk kimia dapat cepat masuk kedalam tubuh yang seharusnya diproteksi rambut rambut halus pada kaki. Tentu saja, menjatuhkan diri dalam kebinasaan adalah haram hukumnya. (QS al-Baqarah [2]: 195).

Selain itu, pendapat ulama yang membolehkan berpendapat bahwa qiyas mencabut bulu kaki bagi wanita dekat qiyasnya dengan mencabut atau mencukur bulu ketiak dan bulu kemaluan. Illat keduanya sama, yakni sama-sama bertujuan untuk kebersihan dan kecantikan diri. Jika mencabut bulu ketiak agar bersih, terhindar dari bau, dan terlihat cantik, maka demikian pula illatnya dengan bulu kaki.

Kalaupun qiyas ini tidak diterima, maka kasus waxing untuk bulu kaki ini tergolong pada kategori hukum ma suqutu 'anhu (sesuatu yang hukumnya boleh karena didiamkan atau dimaafkan). Berdalil dengan hadis Rasulullah SAW yang menyebutkan, apa saja yang Allah SWT dan Rasul-Nya diam darinya, maka itu diampuni.

Bulu ketiak dan kemaluan secara tegas diperintahkan untuk dihilangkan. Sedangkan alis mata serta jenggot bagi laki-laki, secara tegas pula dilarang untuk dihilangkan. Adapun bulu kaki, item ini tidak tercantum dalam hadis Nabi SAW. Maka jadilah ia sebagai perkara ma suqutu 'anhu. Hukum asalnya boleh dilakukan selama tidak ditemui dalil yang melarangnya. Demikian seperti diterangkan dalam fatawa al-Mar’ah (1/310). Wallahu'alam.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement