REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Kandidat presiden FIFA Sheikh Salman bin Ebrahim Al Khalifa pada Kamis (29/10) waktu setempat membantah terlibat dalam investigasi dan menuntut atlet yang protes pada demo di Bahrain tahun 2011.
Dikutip dari surat kabar the Guardian, Inggris, Selasa, artikel dari kantor berita Bahrain 2011 menyatakan Salman yang sekarang menjabat sebagai presiden Asian Football Confederation (AFC), telah ditunjuk untuk memimpin komite investigasi.
Sejak diumumkan melaju untuk menjadi presiden FIFA, Salman menghadapi kritik dari kelompok pembela hak asasi manusia yang mengatakan dia telah menaham, menganiaya, menyiksa dan mempermalukan di depan publik para pemain bola lokal saat dia menjabat sebagai kepala Asosiasi Sepak Bola Bahrain. "Tuduhan yang dilontarkan kepada saya adalah salah," kata Salman dalam sebuah pernyataan.
Salman, 49, diharapkan dapat menjabat sebagai presiden FIFA dengan dukungan dari 47 anggota AFC , di mana FIFA telah terguncang sejak Mei karena Amreika mengidikasi bahwa pejabat FIFA telah melakukan penyuapan, pencucian uang dan penipuan.
Otoritas Swiss juga menginvestigasi pada keputusan untuk menetapkan tuan rumah Piala Dunia 2018 dan 2022 di Rusia dan Qatar. Bahrain mendapat protes selama 2011 di mana maroyitas Syiah meminta perubahan politik dari muslim sunni yang menjadi penguasa di negara itu.
Bahraini dekat dengan Sheikh Ahmad Al Fahad Al Sabah dari Kuwait yang menjadi salah satu orang yang berkuasa pada politik olahraga internasional dan menjadi figur dalam pergerakan Olimpiade dan menjadi salah satu kandidat presiden FIFA.