REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PPP Muktamar Surabaya di bawah kepemimpinan Romahurmuziy alias Romy dinilai masih tetap berlaku. Pemberlakuan ini dilakukan hingga adanya pencabutan surat keputusan (SK) Muktamar Surabaya oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna H Laoly.
"Sementara kalau SK dicabut, PPP akan mengalami ketidakpastian hukum karena tidak adanya DPP yang diakui Menkumham," kata Wakil Ketua DPW Jateng, Muhammad Syahir dalam siaran persnya, sabtu (31/10) malam.
Menurut dia, ada kehilafan dan kekeliruan yang nyata dari Majelis Hakim dalam memutuskan perkara aquo. "Hal ini tampak antara lain dari tidak ditimbang dan dinilainya alasan hukum kontra memori kasasi dan tidak diakuinya asas praduga rechtmatig," ujar Syahir.
cSelain itu, ada juga kegagalan memahami perbedaan rezim-rezim penyelesaian perselisihan partai politik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 junto Undang-undang Nomor 2 tahum 2011 tentang Partai Politik.
Seperti diberitakan sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) telah mengeluarkan putusan kasasi terhadap dualisme kepengurusan DPP Partai Persatuan Pembangunan. MA memenangkan kubu Ketua Umum Djan Faridz hasil Muktamar Jakarta atas Ketua Umum Muhammad Romahurmuziy hasil Muktamar Surabaya.
MA membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) Jakarta dan menguatkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. PTUN sebelumnya mengabulkan gugatan yang dilayangkan kuasa hukum PPP hasil Muktamar Jakarta untuk menunda pelaksanaan keputusan Menkumham.
Dengan begitu, keputusan Menkumham No M.HH-07.AH.11.01 Tahun 2014 tentang Pengesahan Perubahan Susunan Kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan kubu Romahurmuziy belum dapat dilaksanakan.