REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pembakaran reog Ponorogo oleh Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Davao City, Filipina, dinilai bukan masalah sepele. Pihak konjen seharusnya tidak membakar reog meskipun dengan alasan sudah rusak akibat termakan usia.
Ketua Paguyuban Reog Ponorogo se-Indonesia, Begug Purnomosidi mengatakan seharusnya sebelum dibakar, pihak konjen memikirkannya terlebih dahulu. “Yang dibakar itu apa, ini kan kebudayaan sendiri, jangan sampai dibakar apalagi sampai disebarluaskan. Ini penghinaan,” ujarnya kepada Republika.co.id, Senin (2/11).
Tindakan tersebut konon dikait-kaitkan dengan pemusnahan berhala. Meski hal ini telah dibantah oleh KJRI, namun pembakaran tersebut tetap meninggalkan kekecewaan tersendiri bagi para pecinta reog. “Itu sama saja orang Indonesia di luar negeri menghina budayanya sendiri, tidak benar itu,” kata dia.
Begug dan kawan-kawan hari ini baru mendarat di Jakarta. Rencananya besok, mereka akan menemui pihak Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) untuk menyelesaikan permasalahan ini.
Awalnya, pecinta seni Reog Ponorogo di daerah ingin berbondong-bondong pergi ke Jakarta menyampaikan kekecewaannya pada Kemenlu. Namun niat itu dicegah oleh Begung. “Sebaiknya diselesaikan secara intern dengan Kemenlu. Kalau dipermasalahkan bisa panjang ceritanya,” kata dia.
Paguyuban Reog Ponorogo se-Indonesia ingin Menlu bisa mengambil tindakan terhadap anak buahnya. “Kami ingin Ibu Menlu menertibkan orang-orang Indonesia di luar negeri, terutama anak buahnya untuk menghargai bangsa. Jangan malah menohok dari dalam,” ujar Begug.