REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan rencana revisi Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri (PBM) nomor 8 dan 9 tahun 2006 tentang pendirian rumah ibadah akan sangat bergantung pada ormas keagamaan yang ada.
"Ormas keagamaan apakah ingin mengukuhkan apa yang ada di PBM atau mengalami perubahan. Apakah harus ada yang ditambahkan atau dikurangi dari pertauran itu," ujar Lukman Hakim Saifuddin saat ditemui di kantor kementerian Agama, Senin (2/11).
Ia menjelaskan, PBM tentang pendirian rumah ibadah ini bukan dirumuskan oleh pemerintah. Melainkan oleh majelis keagamaan yang ada.
Masing-masing agama mengutus dua orang perwakilannya untuk merumuskan PBM tersebut. Mereka mengadakan pertemuan intensif berulang kali hingga akhirnya mengahasilkan rumusan yang dikenal dengan istilah SKB 2 menteri.
Untuk itu, rencana untuk merevisi PBM ini juga sangat bergantung dari keinginan masyarakat. Pemerintah akan menunggu masukan dari masyarakat mengenai hal tersebut.
Ia melanjutkan, substansi tentang pengaturan pendirian rumah ibadah ini juga akan dituangkan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Umat Beragama (PUB) yang saat ini masih dalam proses penyusunan. "Dimasukan ke RUU PUB supaya lebih kokoh," katanya.
Sebelumnya diberitakan, Ketua Bidang Kerukunan Umat Beragama Majelis Ulama Indonesia (MUI) Yusnar Yusuf menolak upaya(PBM) Nomor 8 dan 9 Tahun 2006. Ia menilai, PBM sudah menjadi landasan yang cukup untuk mengatur pendirian rumah ibadah di Indonesia.
"PMB sudah kuat. Justru perlu ditingkatkan menjadi undang-undang supaya ada sanksi," ujarnya, Ahad (11/1).
Yusnar menegaskan, MUI tidak akan mengusulkan pencabutan PBM. Akan tetapi, ujarnya, jika PBM akan dicabut justru oleh pemerintah maka perlu mempertimbangkan sikap majelis-majelis agama. "PBM itu ditandatangani oleh majelis-majelis agama, artinya itu permintaan majelis agama," ujarnya.