REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Provinsi DKI Jakarta tercatat mengalami deflasi pada Oktober 2015 karena penyesuaian harga kebutuhan dan rendahnya daya beli masyarakat akibat melemahnya perekonomian.
Berdasarkan pantauan Bank Indonesia perwakilan Jakarta, perkembangan harga-harga di DKI Jakarta pada Oktober 2015 terjadi koreksi harga komoditas pangan dan penyesuaian harga komoditas energi. Deflasi di Jakarta ini tercatat sebesar 0,05 persen (mtm) atau mencapai inflasi sebesar 6,76 persen (yoy). Bila dibandingkan dengan Oktober 2014, menurun dari bulan sebelumnya yang mengalami inflasi sebesar 0,01 persen (mtm) atau 7,24 persen (yoy).
Kepala Perwakilan BI Provinsi DKI Jakarta, Doni P Joewono mengatakan deflasi yang terjadi terutama bersumber dari turunnya harga-harga pada kelompok bahan pangan dan kelompok komoditas yang harganya diatur oleh pemerintah (administered prices). Sementara kelompok komoditas inti tetap mengalami inflasi namun dengan angka yang juga rendah.
"Penurunan harga terjadi pada beberapa komoditas pangan terutama terjadi pada subkelompok bumbu-bumbuan, daging, ikan segar, dan sayur-sayuran," ujarnya dalam keterangan resmi, Senin (3/11).
Pada kelompok bumbu-bumbuan koreksi harga paling dalam terjadi pada komoditas cabai merah dan cabai rawit (27,62 persen dan 28,51 persen). Selain itu kebutuhan pokok berupa daging juga mengalami penurunan harga, terutama pada daging ayam kampung (3,82 persen) dan daging ayam ras (2,69 persen). Sedangkan ikan segar dan sayur-sayuran mencatat deflasi masing-masing 2,02 persen dan 1,41 persen.
Berbagai penurunan tersebut menyebabkan deflasi pada subkelompok bahan makanan sebesar 1,16 persen (mtm). Bank Indonesia menilai melimpahnya pasokan menjadi pendorong koreksi harga komoditas-komoditas tersebut di pasar-pasar Jakarta.
Pada barang-barang yang diatur pemerintah, deflasi disebabkan oleh turunnya harga pada beberapa komoditas subkelompok bahan bakar, penerangan dan air serta subkelompok transpor. Penurunan harga gas elpiji 12 kg menyebabkan deflasi komoditas bahan bakar rumah tangga sebesar 0,14 persen.
Kebijakan penurunan tarif listrik, terutama untuk pelanggan industri kelompok I3 dan I4 mendorong deflasi tarif listrik sebesar 0,52 persen. Sementara dari sisi transportasi, turunnya harga Avtur, Pertalite, Pertamax, dan Solar (baik subsidi maupun nonsubsidi) ikut berperan terjadinya deflasi pada subkelompok ini sebesar 0,06 persen.
"Kondisi ini mencerminkan tekanan inflasi yang rendah, seiring dengan terjaganya pasokan pangan ditengah masih berlanjutnya musim kering akibat El-Nino dan masih rendahnya daya beli masyarakat," ujarnya.
BI Provinsi Jakarta memperkirakan inflasi pada periode November 2015 mendatang masih tetap rendah. Sebab, pola perkembangan harga-harga dan pantauan terhadap beberapa komoditas di pasar-pasar di Jakarta hingga akhir Oktober 2015, serta relatif masih rendahnya kemampuan konsumsi masyarakat.