Selasa 03 Nov 2015 16:17 WIB

Bom Ditemukan Dekat Istana Presiden Maladewa

Red: Ani Nursalikah
Presiden Maladewa, Abdulla Yameen
Foto: EPA/Kimimasa Mayama
Presiden Maladewa, Abdulla Yameen

REPUBLIKA.CO.ID, MALE -- Bom yang dikendalikan dari jauh ditemukan di dekat istana kepresidenan di ibu kota Maladewa, Senin (2/11).

Militer mengatakan peledak buatan itu telah dijinakkan. Kepanikan melanda ibu kota negara kecil itu saat polisi mengepung jalan sempit dan banyaknya pasukan militer semakin meningkatkan ketegangan, apalagi sebelumnya ledakan terjadi di perahu motor cepat milik Presiden pada September.

Namun, Kementerian Luar Negeri Maladewa mencoba meredakan ketegangan di Male dengan memberi pernyataan lewat Twitter, "Tidak ada keadaan darurat di Maladewa."

Pasukan pertahanan nasional Maladewa (MNDF) menjinakkan peledak yang ditanam di dekat istana presiden setelah mengungsikan warga.

"Perangkat ini dimasukkan pada tumpukan baterai dalam truk putih yang parkir di sisi utara Muliaage (istana presiden)," kata juru bicara MNDF Ali Ihsaan pada konferensi pers larut malam di Male.

Belum ada pihak mengaku bertanggung jawab atas penanaman bom dan belum ada penangkapan, kata Ali yang menambahkan penyelidikan telah dimulai.

Penemuan bom itu terjadi sehari setelah badan penyelidik Amerika Serikat, FBI mengabaikan gugatan dari Maladewa atas upaya pembunuhan Presiden Abdulla Yameen dengan menaruh bom buatan jenis IED ke perahu motor cepat pada September lalu.

Presiden Yameen tidak terluka, namun istri dan dua orang lainnya luka ringan.

Namun demikian, Presiden memerintahkan perombakan besar pada tim keamanan dan memecat beberapa menteri, sementara Wakil Presiden Ahmed Adeeb ditanggap karena keterlibatannya atas ledakan tersebut.

Negara dengan 1.192 pulau karang itu hanya berpenduduk 340 ribu orang, namun menerima lebih dari satu juta wisatawan asing setiap tahunnya.

Maladewa digambarkan sebagai tujuan wisata yang mewah nan damai, namun telah terkontaminasi oleh kerusuhan politik dalam beberapa tahun terakhir.

Yameen yang mulai menjabat pada November 2013 menyusul pemilu yang kontroversial ini menghadapi kecaman internasional atas tindakannya yang keras pada pendukung pemimpin oposisi Nasheed dan lawan lain pada rezimnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement