Rabu 04 Nov 2015 15:43 WIB

Islah PPP Mentok di Tangan Suryadharma Ali

Rep: C15/ Red: Ilham
Ketua Umum PPP Suryadarma Ali
Foto: Republika
Ketua Umum PPP Suryadarma Ali

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan (PPP) bidang Organisasi, Kaderisasi, dan Keanggotaan PPP, Isa Mucshin menilai, wacana islah di tubuh partai belambang Ka'bah belum ada progres yang berarti. Isa mengatakan, mentoknya wacana islah karena Suryadharma Ali masih berperkara di Tipikor.

Menurut Isa, pihaknya tidak memandang kepengurusan Djan Faridz selaku kepengurusan PPP yang lain. Sebab, putusan Mahkamah Agung mengembalikan kepengurusan ke kepengurusan lama, yaitu Muktamar Bandung. Ia menilai jika koordinasi yang dilakukan oleh Djan Faridz itu tidak tepat.

"Pak Djan enggak punya legal standing. Kita ini kan berperkaranya sama pak SDA. Dia yang mengajukan gugatan ke PTUN. Ya menyelesaikan masalahnya ke SDA," kata Isa, Rabu (4/11).

PPP, kata dia, sudah membentuk tim tujuh yang berurusan soal wacana islah dan pemenangan Pilkada. Namun, islah masih belum bisa dibicarakan sepenuhnya sebab SDA sendiri belum bisa ditemui.

Namun ketika ditanya soal usaha bertemu bersama dan komunikasi informal, Isa mengaku masih sulit. Ia mengatakan, masih menunggu vonis Pengadilan Tipikor terkait SDA. Beberapa orang utusan Romy juga sudah berkunjung ke SDA bila telah usai sidang, namun belum ada obrolan mendalam terkait islah.

Usaha untuk menyatukan partai berlambang ka'bah ini juga sudah dilakukan oleh para senior partai. Isa mengatakan, setidaknya ada dua opsi yang ditawarkan oleh para senior PPP. Pertama, mengadakan islah dan kedua melakukan muktamar ulang.

Namun, opsi kedua ini juga mentok karena pihak kepengurusan Bandung yang berhak mengadakan Muktamar ulang juga harus meminta persetujuan dan tanda tangan SDA selaku Ketua Umum. Jika SDA saja masih berperkara, maka Muktamar ulang juga tidak bisa dilakukan.

Isa mengatakan, saat ini PPP tetap konsen dalam pemenangan Pilkada dan pengurusan partai dan aktivitas legislatif. Hal ini dirasa jauh lebih baik ketimbang ribut-ribut soal upaya penyatuan.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement