REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Wakil Ketua Komisi I DPR, Tantowi Yahta menyayangkan kasus penembakan yang dilakukan anggota TNI terhadap masyarakat sipil.
Ia mengatakan senjata yang dipercayakan pada anggota TNI bukan dimaksudnya untuk melukai atau membunuh rakyat. Jadi, peristiwa penembakan terhadap warga sipil di Bogor tersebut sangat disayangkan.
Menurutnya, TNI harus lebih ketat lagi dalam memercayakan senjata pada prajurit. Seorang prajurit yang dipercaya membawa senjata harus melewati tes kejiwaan secara berkala.
Hal itu dimaksudkan untuk selalu dapat mengawasi kondisi kejiwaan setiap prajurit. Selain itu, perlu ada pengaturan soal waktu-waktu prajurit membawa senjata. "Ini (aturan membawa senjata) perlu diatur lagi," katanya pada Republika.co.id, Rabu (4/11).
Sementara itu, anggota komisi I DPR RI dari fraksi PDIP, Tubagus Hasanuddin menilai, prajurit yang melakukan penembakan terlalu emosional. Hal ini justru menjadi pertanyaan.
Sebagai aparat intelijen, seharusnya anggota tidak boleh terlalu emosional. Mereka harus melewati ujian emosional untuk menjadi intelijen. Sebab, intelijen dilatih untuk menyusup, jadi tidak boleh emosional.
Hal kedua yang menjadi catatan dari peristiwa itu menurut TB Hasanuddin adalah, terkait senjata yang dibawa. Kalau dalam tugas atau mengamankan obyek tertentu, aparat intelijen diizinkan membawa senjata.
Namun, selesai tugas, senjata harus dikembalikan. Itu yang harus diusut dari peristiwa ini. apakah yang bersangkutan sedang bertugas atau tidak. Secara umum, purnawirawan TNI ini mengatakan agar TNI mengevaluasi tes kejiwaan dan aturan membawa senjata.
"Saya sarankan di TNI harus psikotes lagi untuk membawa senjata, dan harus lulus," ujarnya.
TB Hasanuddin juga menegaskan terkait tindakan aparat intelijen tersebut, yang bersangkutan harus diproses sesuai aturan yang berlaku. Selain itu, tindakan menghilangkan nyawa rakyat sipil ini harus diikitu dengan pemecatan pada yang bersangkutan. Sebab, kasus ini bukan hanya soal indisipliner, tapi sudah pidana.