REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian I Gusti Putu Suryawirawan mengatakan, dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) industri baja dalam negeri harus bersaing dengan Thailand, Vietnam, dan Malaysia. Potensi industri baja di tiga negara ASEAN tersebut dapat menjadi tantangan berat bagi Indonesia.
"Skema pasar bebas tersebut memang memungkinkan kita untuk mengekspor baja ke negara-negara ASEAN, tapi di sisi lain potensi impor baja dari luar negeri juga akan semakin terbuka," ujar Putu di Jakarta, Kamis (5/11).
Putu menjelaskan, Thailand merupakan pasar baja terbesar di ASEAN dengan konsumsi mencapai 17,3 juta ton pada 2013. Negara tersebut juga telah mendapat suntikan investasi dari Posco Galvanizing dengan kapasitas 450 ribu ton per tahun. Menurut Putu, hal ini merupakan tantangan bagi industri besi galvanis Indonesia.
Selain itu, Vietnam merupakan negara pesaing terberat karena produsen baja kedua terbesar di ASEAN dengan pertumbuhan tertinggi yaitu rata-rata di atas 20 persen selama tiga tahun terakhir. Konsumsi baja Vietnam sudah mencapai 14,5 juta ton per tahun.
"Saat ini di Vietnam sedang dibangun fasilitas peleburan baja (blast furnace) Formosa Ha Tinh's dengan kapasitas mencapai 3,5 juta ton per tahun yang akan beroperasi akhir tahun ini atau minimal awal tahun depan," kata Putu.
Indonesia juga perlu mewaspadai industri baja Malaysia. Pasalnya, pasar baja di negeri jiran itu mencapai 10,2 juta ton atau nomor empat terbesar di Asean setelah Indonesia. Menurut Putu, hal yang patut diwaspadai yakni Malaysia selalu mencatat pertumbuhan besi baja nasional dengan catatan positif.